DEPOK, iNews.id - Ekonom Rizal Ramli mengeritik Presiden Jokowi karena "mendamprat" kementerian dan pemerintah daerah (Pemda) menggunakan APBN dan APBD untuk belanja barang impor.
Jokowi mengungkapkan kejengkelannya itu saat berbicara di hadapan para menteri dan pejabat daerah dalam pengarahan Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia, Jumat (25/3/2022).
"Lelucon yang Ndak lucu lagi? Situ presiden, rumuskan kebijakan, pecat pejabat yang doyan impor. Itu baru bener. Bukan hanya ngedumel, pidato kiri-kanan, tapi kenyataan sebaliknya. Kapan sih bisa eling," kata Rizal melalui akun Twitternya, @RamliRizal, Jumat (25/3/2022).
Foto: Tangkapan layar
Dalam pernyataannya di hadapan para menteri dan pejabat daerah, Jokowi mengatakan dirinya sedih karena mengetahui untuk proyek pengadaan barang dan jasa di pemerintah pusat, daerah, dan BUMN, barang yang dibeli banyak dari luar negeri alias impor.
"Anggaran modal pemerintah pusat mencapai Rp526 triliun, pemerintah daerah lebih besar lagi, yaitu Rp535 triliun, dan BUMN Rp420 triliun. Ini duit guede banget, besar sekali!" katanya dengan nada keras.
Menurutnya, bila uang sebesar itu dibelanjakan di dalam negeri, akan memperbaiki ekonomi di Tanah Air, termasuk membuka jutaan lapangan pekerjaan.
"Kalau saja dibelokkan 40% saja, itu bisa men-trigger growth ekonomi kita, pertumbuhan ekonomi kita," tuturnya.
Data BPS bicara
Seperti diketahui, saat kampanye Pilpres 2014, salah satu janji Jokowi adalah menghentikan impor, namun yang terjadi kemudian di periode pertama pemerintahannya (2014-2019), impor justru meningkat tajam karena hampir semua barang kebutuhan masyarakat dan industri, diimpor.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, secara umum kebutuhan komoditas impor terus meningkat di tahun kedua pandemi. Terlihat dari realisasi impor barang konsumsi yang mencapai US$20.182,8 juta selama Januari-Desember 2021 atau naik dari periode yang sama tahun sebelumnya US$14.656,0 juta. Juga impor bahan baku/penolong US$147.380,2 juta dan barang modal US$28.627,0 juta, yang masing-masing lebih tinggi dibandingkan periode Januari-Desember 2020.
Data BPS menunjukkan, Indonesia masih mengimpor barang migas, pupuk, minyak nabati, kulit hingga tekstil. Juga mengimpor kaca dan tembikar, dari peralatan makan hingga traktor, bahkan peralatan dan komponen alat mesin pertanian (alsintan).
Juga, Indonesia mengimpor beragam produk mulai dari hewan hidup hingga hasil produksi industri. Mulai dari ikan beku hingga peralatan sinematografi.
Impor alsintan tahun 2021 mencapai US$269,87 juta dan traktor mencatat nilai impor US$58,32 juta.
Sementara, nilai impor tembikar mencapai US$19,43 juta dan nilai impor sepatu/ alas kaki tahun 2021 bahkan mencapai US$732,23 juta.
Baby carriages, mainan anak-anak dan perlengkapan olah raga juga masih diimpor sebesar US$421,57 juta.
Hingga perlengkapan dan alat tulis kantor masih harus impor US$256,91 juta pada 2021.
Meski industrinya sudah tersedia di dalam negeri, pada Februari 2022 Indonesia mengimpor laptop, termasuk notebook dan subnotebook senilai US$171,37 juta.
Sepanjang tahun 2021, impor furnitur dan bagiannya tercatat sebanyak US$712,60 juta, peralatan rumah tangga elektrik dan non-elektrik sebesar US$994,27 juta.
Meski dikenal dengan rempahnya, Indonesia pun masih mengimpor lada sebanyak 318,68 ribu kilogram dengan nilai US$ 1,52 juta. Jumlah impor ini turun 47,21% dibandingkan tahun 2020 sebanyak 603,64 ribu kilogram.
RI juga mengimpor kelapa sebanyak 2.473 ton atau turun 46,3% dibandingkan tahun 2020 sebanyak 4.605 ton. Untuk nilai impornya tercatat sebesar US$ 4,22 juta. Impor kelapa ini berasal dari tiga negara yakni Thailand, Filipina dan Australia.
Indonesia bahkan mengimpor teh sebanyak 10.609 ton atau turun 28,84% dibandingkan impor tahun 2020 yang sebanyak 14.908 ton. Sedangkan nilai impor sepanjang tahun 2021 tercatat sebesar US$ 23 juta.
Teh ini diimpor Indonesia dari lima negara utama. Pertama terbanyak berasal dari Vietnam, kemudian disusul oleh Kenya, lalu Thailand serta China dan Sri Lanka.
Editor : Rohman