get app
inews
Aa Text
Read Next : 100 Tahun Kelahiran Pramoedya Ananta Toer, Pentas Teater "Bunga Penutup Abad" Kembali Hadir

Sejuta Kisah Inspiratif dalam Peringatan 100 Tahun Pramoedya Ananta Toer

Rabu, 22 Januari 2025 | 19:12 WIB
header img
Setahun penuh kegiatan memeringati 100 tahun kelahiran Pramoedya Ananta Toer. Foto: Novi

Festival Perayaan Seabad Pramoedya Ananta Toer di Blora ini menghadirkan juga seniman-seniman dari Jakarta maupun Blora, serta para pemikir dan akademisi. Sebagai sebuah kick off, festival di Blora nanti akan menjadi penanda kegiatan-kegiatan lain setelahnya.

Salah satu artis yang akan memeriahkan festival ini adalah Happy Salma. Pemeran film dan pekerja teater ini akan menghadirkan monolog sebagai teaser pertunjukan besar yang juga akan diadakan tahun ini.

“Saya secara pribadi maupun TitiMangsa Foundation sangat senang bisa terlibat di dalam kegiatan ini. Saya akan membawakan monolog singkat, sekitar 20 - 30 menit, yang diangkat atau berasal dari salah satu karya Pram. Kesempatan ini juga menjadi kerja sama dan kolaborasi yang menarik dengan teman-teman di Blora, karena akan ada juga pembacaan surat-surat Pram oleh siswa-siswi SMP dari Blora,” ujar Happy Salma pada kesempatan konferensi pers tersebut.


Happy Salma, Pendiri TitiMangsa Foundation. Foto: Novi

 

Menurut Happy, melalui karya-karya sastra Pram, kita bisa mengenal bangsa kita jauh lebih berani, lebih memiliki banyak perspektif, dan sudut pandang.

"Banyak kabar di beberapa negara seperti di Perancis, di beberapa universitasnya itu, mereka itu wajib membaca karyanya Pramoedya Ananta Toer untuk mengenal Asia," tutur Happy.

"Jadi, bayangkan di negara-negara yang dianggap lebih maju dari kita, mereka mewajibkan karya beliau. Dan saya berharap suatu saat mungkin karya-karya sastra Indonesia wajib kembali dibacakan di sekolah-sekolah. Dan salah satunya bukunya Pramoedya Ananta Toer pun juga diwajibkan," harap Happy. 

Tentu saja Festival Perayaan Seabad Pramoedya Ananta Toer di Blora sebagai kick off acara yang akan berlangsung sepanjang tahun ini merupakan sebuah event yang patut dihadiri dan ditunggu-tunggu. Seluruh informasi, pendaftaran, dan publikasi resmi gerakan #SeAbadPram serta festival ini akan disiarkan melalui kanal Instagram resmi @seabadpram.


Aditya Ananta Toer, Putra Alm. Pramoedya Ananta Toer. Foto: Novi

 

Sepanjang tahun 2025, gerakan #SeAbadPram telah mengagendakan sejumlah acara dalam rangka memeriahkan satu abad Pramoedya Ananta Toer, antara lain:

1. Cetak Ulang Karya-Karya Terpilih Pramoedya Ananta Toer;

2. Peluncuran Situs Bibliografi dan Repositori Arsip seabadpram.com;

3. Memorial Lecture;

4. Festival Film dan Dokumenter Pramoedya Ananta Toer;

5. Pameran Sketsa dan Patung Wajah Pramoedya Ananta Toer;

6. Pementasan Monolog “Bunga Penutup Abad” bersama Titimangsa;

7. Dramatic Reading Surat-surat Pramoedya Ananta Toer;

8. Pameran Arsip-arsip Pramoedya Ananta Toer;

9. Residensi Sastra di Pulau Buru;

10. Seminar Pemikiran Pramoedya Ananta Toer dan Pramoedya Award;

11. Sayembara Esai Pramoedya Ananta Toer; 

12. Pramoedya Ananta Toer Reading Group;

13. “Karena kau menulis, suaramu takkan padam ditelan angin. Akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.” (Pramoedya Ananta Toer, di dalam Anak Semua Bangsa, 1981)

Sekilas tentang Pramoedya Ananta Toer

Terlahir sebagai putra sulung keluarga guru nasionalis di Blora, 6 Februari 1925, Pramoedya Ananta Toer mengenyam pendidikan dasar di Instituut Boedi Oetomo Blora yang dipimpin ayahnya, Mastoer Imam Badjoeri. Ia sempat melanjutkan pendidikan di Radio Vakschool Surabaya, tetapi tidak sempat menerima ijazah kelulusan menyusul runtuhnya kekuasaan Hindia Belanda dan masuknya pasukan Pendudukan Jepang. 

Pada bulan Juni 1942, Pramoedya merantau ke Jakarta dan bekerja sebagai juru ketik Kantor Berita DOMEI, sambil meneruskan pendidikan menengahnya di Taman Madya.

Sesudah Proklamasi Kemerdekaan, Pramoedya bergabung dalam Resimen VI Divisi Siliwangi yang bertugas di wilayah Bekasi. Pilihan Pramoedya mendukung kemerdekaan Indonesia ditebusnya dengan hukuman penjara di Bukit Duri, mulai 23 Juli 1947 hingga 18 Desember 1949. Di balik jeruji besi inilah, dua roman pertamanya, Perburuan dan Keluarga Gerilya, ditulis.

Editor : M Mahfud

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut