JAKARTA, iNews Depok.id - Putusan bebas Gregorius Ronald Tannur, yang diputus oleh tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, usai didakwa membunuh Dini Sera Afrianti, mendapat beragam komentar dari berbagai kalangan. Banyak masyarakat geram dengan putusan hakim tersebut.
Putusan Majelis Hakim PN Surabaya itu memicu reaksi keras dan protes dari keluarga Dini Sera Afrianti dan akhirnya viral ke publik yang memicu masyarakat melakukan demo besar-besaran ke PN Surabaya untuk membatalkan putusan hakim dan memeriksa majelis hakim tersebut. Kasus hukum ini juga selanjutnya berlanjut ke ranah legislatif.
Namun berbeda dengan pandangan dari pengamat dan praktisi hukum, Prof Henry Indraguna. Menurut Henry, masyarakat diminta untuk menghormati hasil putusan hakim yang tidak dapat diintervensi.
"Menurut hemat saya kurang tepat apabila kemudian dikatakan hakim di dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut mengabaikan bukti dan saksi, karena secara hukum penilaian terhadap bukti dan saksi tersebut mutlak merupakan hak penuh dari hakim yang bersangkutan dan tidak ada satu pihak pun yang dapat mengintervensinya, karena suatu putusan hakim itu bebas dan merdeka," kata Henry, Selasa (3/9/2024).
Henry menambahkan, sebelum hakim-hakim tersebut memutuskan perkara dimaksud, hakim tersebut di dalam pertimbangan putusannya tentunya telah memberikan dan memuat alasan-alasan yang sah sebagaimana digariskan di dalam Pasal 50 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam UU tersebut menyatakan bahwa putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
"Dan juga telah menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat seperti yang digariskan di dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan bahwa Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat," ujar Henry.
Dalam perkara ini, pihak keluarga korban dengan diwakilkan kuasa hukumnya pun mengadukan Majelis Hakim PN Surabaya tersebut ke Komisi Yudisial (KY). Dan KY pun akhirnya melakukan pemeriksaan kepada Hakim PN Surabaya, KY melakukan rapat dengan pihak DPR dan serta juga mengeluarkan rekomendasi berupa pemberhentian terhadap hakim hakim tersebut kepada Mahkamah Agung.
Henry mengatakan, rekomendasi berupa pemberhentian terhadap hakim-hakim tersebut adalah kurang tepat, jika alasan dan dasar dikeluarkannya rekomendasi tersebut.
"Karena kasus tersebut viral atau karena Hakim dianggap mengabaikan bukti dan saksi dalam perkara tersebut. Sebab KY dalam kapasitasnya sebagai pengawas harus melakukan pengawasan berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 40, Komisi Yudisial wajib: a). menaati norma dan peraturan perundang-undangan; b). berpedoman pada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim; dan c). menjaga kerahasiaan keterangan atau informasi yang diperoleh. Dan apabila KY melakukan pengawasan diluar itu, tentunya secara hukum hal tersebut tidak berdasar dan sewenang-sewenang," ujarnya.
"Menurut hemat saya rekomendasi berupa pemberhentian terhadap hakim hakim tersebut, juga adalah keliru jika alasan dan dasar dikeluarkannya rekomendasi tersebut. Karena adanya suatu hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh KY terhadap isi dari putusan hakim tersebut, termasuk namun tidak terbatas melakukan pemeriksaan terhadap berkas perkara dan pertimbangan-pertimbangan dari putusan tersebut," imbuhnya.
Sebab, ujar Henry, hal tersebut bukan ranah KY akan tetapi sudah masuk ranahnya hakim pada tingkat kasasi dan apabila hal terjadi. "Menurut hemat saya KY sudah melebihi dari kewenangannya. Sudah overlapping karena KY telah masuk memeriksa pokok perkara," kata Henry.
Henry menilai, Kejaksaan Agung RI telah mengajukan kasasi perkara tersebut, sehingga menurutnya sebaiknya siapa pun dan pihak mana pun juga senantiasa menghormati putusan hakim tersebut.
"Karena meskipun KY telah mengeluarkan/menerbitkan rekomendasi berupa pemberhentian terhadap hakim-hakim tersebut, akan tetapi putusan hakim tersebut secara hukum akan tetap berlaku dan dinggap sah dan tidak batal. Karena yang dapat membatalkan putusan tersebut secara hukum hanyalah peradilan yang lebih tinggi yakni Hakim Agung pada Tingkat Kasasi," pungkasnya.
Editor : M Mahfud