JAKARTA, iNews Depok.id – Dunia tengah menghadapi ancaman wabah Monkeypox setelah Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 14 Agustus 2024 menaikkan statusnya menjadi Public Health Emergency of International Concern (PHEIC), status setingkat di bawah pandemi.
Penetapan status Monkeypox sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional dilakukan setelah WHO melihat adanya peningkatan kasus di Kongo dan sejumlah negara.
Di Indonesia, data per 17 Agustus 2024, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyatakan terdapat 88 kasus Monkeypox dengan 87 kasus sudah dinyatakan sembuh. Jumlah 88 kasus terdiri dari 73 kasus pada 2023 dan 14 kasus pada 2024.
Terkait hal tersebut iNews mewancarai doktor epidemiologist TNI yang kini menjabat Wakil Kepala Pusat Kesehatan (Wakapuskes) TNI, Dr. dr. R.M. Tjahja Nurrobi, M. Kes., Sp. OT (K) Hand.
dr. Nurrobi, begitu sapaannya, merupakan sosok yang berpengamalan dalam penanganan Covid-19. Ia salah satu pentolan RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran saat pendemi Covid-19 melanda Indonesia dari rentang 2020-2022.
Menurut dr Nurrobi yang memperoleh gelar doktor epidemiologist dari UI, Indonesia sangat terbantu dengan pengalaman dalam penanganan Covid-19. Ia mencontohkan TNI memiliki 60 ribu Babinsa (Bintara Pembina Desa) yang berpengalaman dalam penanganan Covid-19.
"TNI sendiri sudah siap dan waspada. Koordinasi berjenjang sudah dilakukan untuk waspada dan menunggu perkembangan informasi dari Kementerian Kesehatan," kata Wakapuskes TNI.
Puskes TNI sudah menyiapkan 115 rumah sakit milik TNI untuk penanganan segera, beserta kesiagaan deteksi dini untuk mencegah Monkeypox menjadi pandemi.
"Dulu Covid juga ditetapkan berstatus PHEIC dan kemudian jadi pandemi karena mewabah luas secara internasional. Kita tentu tak ingin Monkeypox jadi pandemi seperti Covid," kata dr Nurrobi.
Selain dari sisi pengalaman bangsa Indonesia menangani pandemi Covid-19, dr Nurrobi menyatakan Indonesia juga sudah memiliki vaksin Monkeypox sehingga penangannya bisa cepat untuk mencegah meluas menjadi pandemi.
"Kalau dulu Covid-19 belum ada vaksinnya, jadi perlu waktu setahun lebih untuk pengobatan coba-coba sebelum ditemukan vaksin. Akibatnya Covid-19 meluas dan menjadi pandemi. Untuk Monkepox sudah ada vaksinnya," jelas dr Nurrobi.
Hanya saja kewaspadaan tinggi tetap perlu diapungkan untuk mengantisipasi jika virus Monkeypox berbeda strain.
"Kewaspadaan tinggi itu harus, jangan sampai pandemi seperti Covid-19 terulang. Kita semua tentu tak ingin itu terjadi," ujar perwira tinggi TNI bintang satu ini.
dr Nurrobi mengimbau masyarakat untuk segera melapor ke fasilitas kesehatan terdekat jika menemukan orang yang mengalami gejala Monkeypox. Gejalanya antara lain demam, sakit kepala, bengkak pada leher seiring membesarnya kelenjar getah bening dan kemudian terjadi ruam-ruam pada kulit dan gelembung seperti cacar.
"Kalau melihat seperti itu segera dilaporkan. Dengan penanganan yang cepat, Monkeypox bisa dicegah agar tak menular ke orang lain," kata Mantan Kadiskes TNI AL ini.
Penularan Monkeypox tak berbeda dengan Covid-19 yaitu melalui droplet dari orang yang terinfeksi virus tersebut. Jika droplet masuk ke lapisan mukosa seperti di mulut, hidung, mata atau luka, bisa terjadi penularan.
dr Nurrobi juga mengingatkan untuk berhati-hati dengan binatang pengerat seperti tikus, monyet, dan kera yang menjadi inang virus Monkeypox.
Editor : M Mahfud