Guru Besar IPB Nilai Aneh Beras Impor Kena Demurrage Rp294 M Tidak Segera Dikeluarkan dari Pelabuhan

Eks Menteri Kelautan dan Perikanan era Presiden Megawati Soekarnoputri ini memandang persoalan demurrage sebesar Rp 294,5 miliar ini terjadi lantaran adanya unsur kesengajaan hingga kurang kapabilitas dari para pejabat negeri.

Baca Juga

Harimau Milik Alshad Ahmad Banyak yang Mati, BBKSDA Jabar Evaluasi Izin Penangkaran

“Harusnya minimal tahu management logistik. Kalau sudah tahu ada impor,” tegas dia.

Dengan demikian, Rokhmin Dahuri berharap, agar oknum-oknum diduga terlibat skandal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp 294,5 miliar dapat segera dipanggil aparat penegak hukum.  

“Kalau tidak ada beking yang kuat, harusnya semua oknum-oknum itu dipanggil, diperiksa,” beber dia.

Baca Juga

Inilah 50 Duta Pertanian Muda Kementan Dalam Young Ambassador Agriculture 2023

Dia menegaskan, pemanggilan oknum terlibat skandal demurrage Rp294,5 miliar oleh aparat hukum diperlukan sekalipun memang denda impor telah dibayarkan sebab tetap menggunakan uang negara.

“Kalau melihat sistem ekonomi, itu kan (asuransi) uang negara juga. Seolah-olah Bulog gak rugi. Tapi asuransi yang rugi. Lalu kemana, nasabah. Pemerintah juga,” tandas dia.

Sebelumnya,  Kementerian Perindustrian mengungkapkan terdapat 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp 294,5 miliar berisi beras ilegal yang tertahan di  Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya. 
Kemenperin menyebut 1.600 kontainer beras  itu merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang tertahan di dua pelabuhan tersebut.

Baca Juga

Ingin Berkarier di Bidang Pangan? 6 Kampus Ini Memiliki Jurusan Ilmu Gizi Terbaik di Indonesia

Keberadaan 1.600 kontainer berisi beras ilegal itu didapat dari data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Ribuan kontainer yang tertahan termasuk di dalamnya adalah berisi beras dan belum diketahui aspek legalitasnya.

Baca Juga

Ratusan Mahasiswa IPB Terjerat Pinjol, Pihak Kampus Turun Tangan

Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta