JAKARTA. iNewsDepok.id- Demurrage atau denda impor beras sebesar Rp 294,5 miliar dinilai aneh bin ajaib dan hanya terjadi di negeri para pesulap.
Hal itu lantaran barang atau komoditas beras yang diimpor oleh pemerintah malah tertahan dan tidak disegera dikeluarkan hingga menimbulkan demurrage atau denda sebesar Rp 294,5 miliar.
Hal itu disampaikan Guru Besar Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Rokhmin Dahuri saat menanggapi skandal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp 294,5 miliar
“Aneh bin ajaib (hanya terjadi di negeri pesulap) kalau menurut saya, ada barang (beras) yang sudah diimpor, tidak segera dikeluarkan. Aneh bin ajaib ini,” kata dia, dalam diskusi dengan tema ‘Ketahanan Pangan, Politik Pangan dan Harga Diri Bangsa’, di Jakarta, Jumat,(16/8/2024).
Eks Menteri Kelautan dan Perikanan era Presiden Megawati Soekarnoputri ini memandang persoalan demurrage sebesar Rp 294,5 miliar ini terjadi lantaran adanya unsur kesengajaan hingga kurang kapabilitas dari para pejabat negeri.
“Harusnya minimal tahu management logistik. Kalau sudah tahu ada impor,” tegas dia.
Dengan demikian, Rokhmin Dahuri berharap, agar oknum-oknum diduga terlibat skandal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp 294,5 miliar dapat segera dipanggil aparat penegak hukum.
“Kalau tidak ada beking yang kuat, harusnya semua oknum-oknum itu dipanggil, diperiksa,” beber dia.
Dia menegaskan, pemanggilan oknum terlibat skandal demurrage Rp294,5 miliar oleh aparat hukum diperlukan sekalipun memang denda impor telah dibayarkan sebab tetap menggunakan uang negara.
“Kalau melihat sistem ekonomi, itu kan (asuransi) uang negara juga. Seolah-olah Bulog gak rugi. Tapi asuransi yang rugi. Lalu kemana, nasabah. Pemerintah juga,” tandas dia.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mengungkapkan terdapat 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp 294,5 miliar berisi beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya.
Kemenperin menyebut 1.600 kontainer beras itu merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang tertahan di dua pelabuhan tersebut.
Keberadaan 1.600 kontainer berisi beras ilegal itu didapat dari data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Ribuan kontainer yang tertahan termasuk di dalamnya adalah berisi beras dan belum diketahui aspek legalitasnya.
Editor : Vitrianda Hilba Siregar