JAKARTA, iNews.id - Seakan tak ada lelahnya, aktivis Tionghoa Lieus Sungkharisma terus menggemakan pentingnya aspirasi dan hak warga negara dalam penentuan calon presiden diakomodir oleh negara.
Setelah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ketentuan pasal 222 UU Pemilu yang menetapkan presidential thresold 20%, kini koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak) itu membuat gebrakan dengan membentuk Panitia Penjaringan Presiden Republik Indonesia (P3RI).
“Ini gerakan yang sudah lama saya lakukan. Sejak tahun 2008 saya sudah menyuarakan perlunya rakyat dilibatkan dalam penentuan calon presiden di Republik ini,” kata Lieus melalui siaran tertulis, Selasa (15/2/2022).
Ia menjelaskan, pada Pemilu 2008 dirinya membuat gerakan penjaringan calon presiden dengan membentuk Dewan Integrasi Bangsa (DIB) yang melibatkan sejumlah tokoh organisasi kepemudaan dan juga tokoh nasional.
“Semua itu didorong oleh fakta bahwa gerakan reformasi yang diharapkan membawa angin perubahan bagi Republik Indonesia untuk menjadi negara yang lebih baik, lebih makmur, lebih sejahtera, ternyata “gagal” diwujudkan meski waktu itu reformasi sudah berjalan hampir 20 tahun,” jelasnya.
Kunci dari kegagalan itu, tambah Lieus, adalah karena bangsa ini gagal memilih presiden yang benar-benar bisa menjalankan amanat reformasi, karenan reformasi ternyata hanya melahirkan banyak partai, tetapi gagal memilih presiden yang benar-benar berjuang untuk mensejahterakan rakyat Indonesia.
Editor : Rohman