Penerbitan 2 Keputusan Menteri tersebut didasari beberapa hal yang melatarbelakangi antara lain:
1. Meningkatnya Permohonan PL di Pusat, (Meningkat 17 x lipat) dibanding sebelum UUCK
2. Perubahan Skema Pembagian Urusan Kewenangan Proses Dokumen Lingkungan Pasca UUCK
3. Regulasi Terkait Kewenangan Tumpang Tindih dan Tidak Sinkron (PP 5 Tahun 2021 dan UU Nomor 23/2014) yang malah menghambat percepatan penyelesaian Proses Persetujuan Lingkungan
4. Percepatan Proses dan Ketepatan Waktu Penyelesaian Permohonan menjadi Standar dan Implementasi Yang Harus ditetapkan.
Di tahun 2023, terdapat ± 1723 Permohonan yang telah dimohonkan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan oleh internal KLHK melalui Inspektorat Jenderal KLHK serta oleh BPK RI menyebutkan terkait Persetujuan Lingkungan terdapat beberapa hal yang menjadi temuan salah satunya terkait waktu penyelesaian Persetujuan Lingkungan yang sebagian masih belum sesuai tata waktu. Terkait dengan penyelesaian sesuai tata waktu ini, maka dapat dipahami bersama, berdasarkan hasil evaluasi maka perlu ada perbantuan kepada Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan. Bentuk perbantuan ini adalah melalui perbantuan dari Provinsi/Kabupaten/Kota.
(Paling kanan): Dr. Hanif Faisol Nurofiq, S. Hut., M.P., Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL). Foto: Dok. KLHK
Dr. Hanif Faisol Nurofiq, S. Hut., M.P selaku Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) mengatakan, adanya sosialisasi dengan seluruh pihak, diharapkan secara bersama-sama dapat menerapkan dan mengimplementasikan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 137 Tahun 2024 tentang Petunjuk Teknis Tata Kelola Penerbitan Persetujuan Lingkungan, Persetujuan Teknis, Rincian Teknis dan Dokumen Rincian Teknis Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan. "Keputusan ini adalah jawaban kami terhadap isu bahwa proses Persetujuan Lingkungan tidak terstandar dan lama. Dalam pengaturan ini telah diatur proses Persetujuan Lingkungan beserta tata waktunya," tandas Hanif (29/2) di Jakarta.
"Terkait keputusan ini, maka yang menjadi sangat penting adalah kedisiplinan kita bersama, karena telah diatur tata waktu baik di level pemerintah dan tata waktu di Pelaku Usaha dan konsultan. Terkait dengan ini, penerapannya akan dilakukan full melalui Sistem Informasi Amdalnet. Oleh karena itu saya berpesan kepada semua stakeholder bahwa penggunaan Amdalnet itu bukan lagi pilihan atau opsional tapi sudah menjadi kewajiban. Saya berharap terutama Direktorat PDLUK dapat segera memastikan bahwa ini terimplementasi di seluruh Indonesia. Melalui Rapat Kerja Nasional Amdal ini diharapkan tercipta sinergitas kebijakan pusat dan daerah yang saling terintegrasi sehingga koordinasi, konsolidasi, dan komunikasi dapat semakin efektif. Dengan semakin baiknya proses persetujuan lingkungan diharapkan kegiatan investasi di Indonesia meningkat sehingga lapangan pekerjaan semakin terbuka luas," pungkas Hanif.
Editor : M Mahfud