DEPOK, iNews.id - Petisi berjudul "Pak Presiden, 2022-2024 Bukan Waktunya Memindahkan Ibukota Negara" telah ditandatangani 4.862 orang sejak dibuat Narasi Intitute pada Jumat (4/2/2022) siang hingga Sabtu (5/2/2022) pukul 14:15 WIB.
Meski dibuat oleh Narasi Institute, petisi itu diinisiatori oleh 45 orang tokoh nasional, di antaranya Din Syamsuddin, Azyumardi Azra, Sri Edi Swasono, Busyro Muqodas, Muhamad Said Didu, dan Faisal Basri.
"Kami, para inisiator, mengajak seluruh warga negara Indonesia untuk mendukung ajakan agar Presiden menghentikan rencana pemindahan dan pembangunan Ibu kota Negara di Kalimantan," kata CEO dan Co-Founder Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, di awal petisi tersebut seperti dikutip Santu (5/2/2022).
Ia menyebut, memindahkan ibu kota Negara (IKN) di tengah situasi pandemi Covid-19, tidak tepat. Apalagi kondisi rakyat dalam keadaan sulit secara ekonomi, sehingga tak ada urgensi bagi pemerintah memindahkan ibu kota negara. Terlebih karena saat ini pemerintah harus fokus menangani varian baru omicron yang membutuhkan dana besar dari APBN dan PEN.
"Pembangunan Ibu Kota Negara di saat seperti ini hendaknya dipertimbangkan dengan baik. Saat ini Indonesia memiliki utang luar negeri yang besar, defisit APBN besar, di atas 3%, dan pendapatan negara yang turun," imbuhnya.
Menurut Hidayat yang namanya masuk sebagai salah satu dari ke-45 inisiator, adalah sangat bijak bila Presiden tidak memaksakan keuangan negara untuk membiayai proyek tersebut, sementara infrastruktur dasar lainnya di beberapa daerah masih buruk, sekolah rusak, terlantar, dan beberapa jembatan desa terabaikan tidak terpelihara.
Para inisiator menganggap, proyek pemindahan dan pembangunan IKN baru tidak akan memberi manfaat bagi rakyat secara keseluruhan dan hanya menguntungkan segelintir orang saja.
"Karena itu, pemindahan ibu kota negara dari Jakarta merupakan bentuk kebijakan yang tidak berpihak kepada publik secara luas, melainkan hanya kepada penyelenggara proyek pembangunan tersebut," katanya.
Inisator mengkritik penyusunan naskah akademik tentang pembangunan IKN Baru yang tidak disusun secara komprehensif dan partisipatif, terutama dampak lingkungan dan daya dukung pembiayaan, serta keadaan geologi dan situasi geostrategis di tengah pandemi.
"Lokasi yang dipilih berpotensi menghapus pertanggungjawaban kerusakan yang disebabkan para pengelola tambang batubara. Tercatat ada sebanyak 73.584 hektare konsesi tambang batu bara di wilayah IKN yang harus dipertanggungjawabkan. Pertanyaan besar publik adalah benarkah kepentingan pemindahan ibukota baru adalah untuk kepentingan publik?" lanjutnya.
Para inisiator memandang saat ini bukanlah waktu yang tepat memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Penajam Pasir Utara Kalimantan Timur.
"Kami mengajak segenap anak bangsa yang peduli akan masa depan Bangsa dan Kedaulatan Bangsa untuk menandatangani di change.org," ajak para inisiator di penghujung petisi.
Orang-orang yang menandatangani petisi itu semuanya memiliki pandangan dan penalaian yang sama dengan dengan para inisiator.
"Tidak ada urgensinya memindahkan ibukota negara dalam waktu dekat ini, karena masih banyak hal-hal yang lebih urgen, terutama mengenai pandemi covid-19 dan ekonomi rakyat yang makin terpuruk," kata A Fauzi.
"Batalkan proyek gak penting seperti IKN. Hutang negara udah Rp7.000 T. Kontribusi hutang sebagian lebih oleh rezim ini. Mending prioritas bayar hutang menjelang rezimmu berakhir biar gak jadi beban buat pemerintahan berikutnya," kata Bobi Nasution.
Editor : Rohman