get app
inews
Aa Read Next : Kisah Fatia: Tunadaksa Yang Kerap Di-Bully dan Berambisi Jadi Polwan

Soal Penemuan NeoCov, Begini Pendapat Ilmuwan Rusia

Minggu, 30 Januari 2022 | 18:06 WIB
header img
Alexander Gintsburg, direktur Lembaga Penelitian Gamaleya Epidemiologi dan Mikrobiologi Kementerian Kesehatan Rusia. Foto: TASS

MOSKOW, iNews.id  -  Temuan virus Neoromicia Capensis atau NeoCov oleh peneliti China menimbulkan reaksi dari kalangan ilmuwan lain.

Alexander Gintsburg Artem Geodakjan, direktur Lembaga Penelitian Gamaleya Epidemiologi dan Mikrobiologi Kementerian Kesehatan Rusia, mengatakan, munculnya NeoCov disebabkan oleh mutasi virus yang terjadi secara konstan, tapi pendeteksiannya sangat bergantung pada ketelitian para peneliti.

"Mutasi terus terjadi. Di negara-negara di mana tingkat pengurutan sekitar 100.000 atau lebih per bulan, varian baru akan selalu terdeteksi," katanya seperti dikutip dari kantor berita Rusia, TASS, Minggu (30/1/2022).

Ia menjelaskan, di sebuah negara di mana tingkat pengurutan hanya sekitar 2.000-4.000, galur baru tidak akan pernah terdeteksi.

Sebelumnya, peneliti di China mengklaim telah mendeteksi jenis baru virus corona di antara kelelawar di Afrika Selatan yang disebut NeoCov.

Menurut laporan para peneliti itu, NeoCov terkait erat dengan coronavirus yang memicu wabah Middle East Respiratory Syndrome (MERS), dan dapat memasuki sel dengan cara yang mirip dengan SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19.

Seorang perwakilan komunitas ahli di Afrika Selatan mengatakan kepada TASS bahwa spesies ini ditemukan pada tahun 2017 selama studi sampel jaringan kelelawar yang diambil dalam lima tahun sebelumnya di utara dan tenggara negara republik tersebut.

Virus ini menyangkut mamalia milik genus Neorimicia,  dan virus yang sama telah diidentifikasi pada kelelawar di Uganda dan negara-negara Afrika lainnya.

Meski demikian WHO mengatakan, apakah virus corona NeoCov dapat menimbulkan ancaman bagi manusia, masih memerlukan penelitian lebih lanjut

Saat ini organisasi kesehatan di bawah PBB itu tengah bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE), Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), dan Program Lingkungan PBB (UNEP) untuk meneliti virus tersebut.

 

Editor : Rohman

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut