DEPOK,iNewsDepok.id- Pengacara Deolipa Yumara mengatakan, masyarakat ada di Dusun Maam, Distrik Ngguti, Kabupaten Merauke, Papua Selatan mengalami kesulitan. Karena hutan tempat mereka tinggal kini beralih fungsi menjadi kebun kelapa sawit.
“Mereka mengalami kesulitan karena lahan seluas 33 ribu hektar yang merupakan tanah adat dan menjadi tempat warga lokal tidak mampu lagi memberikan hasil bumi untuk mencukupi kehidupan,” katanya di Depok, Jumat (27/10/2023).
Saat ini sebanyak 17 kepala adat di dusun itu masih berjuang untuk mendapat haknya. Masyarakat menuntut hak mendapat kompensasi perusahaan kelapa sawit. Mereka sudah meminta pada pemerintah daerah setempat namun tidak membuahkan hasil.
Dikatakan Deolipa, masyarakat menuntut hak mereka sesuai dengan perundang-undangan terkait UU No. 39/2014 tentang Perkebunan mewajibkan perusahaan sawit menyediakan 20 persen dari total luas lahan Hak Guna Usaha (HGU) bagi fasilitasi pembangunan kebun masyarakat (FPKM).
“Kami mendapat surat kuasa substitusi dari daerah papua, dari seorang pengacara papua yang bernama Yohanes Trianto Horong sarjana hukum, yang juga mendapat kuasa khusus dari 17 marga adat di Papua. Nah ini mereka berasal dari masyarakat adat Papua, dusun Maam, Distrik Ngguti, Kabupaten Merauke, Papua Selatan,” bebernya.
Kebun kelapa sawit yang diperkirakan milik Perusahaan asing itu telah ada sejak 2008. Namun perusahaan tidak mengeluarkan kewajiban mereka menyediakan 20 persen dari luas lahan untuk warga.
“Ini dilakukan salah satu Perusahaan di Jakarta berinisial DP. Tapi di sini dalam surat kuasa disebutkan nama PT-nya Dongin Prabawa, kantor pusatmya di Jakarta, tapi ada kantor cabang di Papua,” ungkapnya.
Masyarakat adat meminta mendapat kompensiasi hasil kebun kelapa sawit dari 20 persen lahan. Dari perhitungan masyarakat adat, besaran ganti rugi hingga triliunan rupiah. Selain soal hak masyarakat adat, Deolipa menutukan ada hal lain yang juga esensial. Yaitu soal alam di Papua yang rusak karena kehadiran kebun kelapa sawit.
“Saya sendiri tidak dapat membayangkan berapa luasnya tanah 33 hektare ini apakah satu kecamatan atau apa, tapi kelihantannya ini sebelumnya adalah hutan rimba papua, dijadikan cuman satu jenis tanaman yaitu tanaman kelapa sawit. Mungkin mereka ambil lalu membyar kompensasi,” katanya.
Dia menyayangkan alih fungsi hutan rimba Papua yang bagus dijadikan kelapa sawit. Dia mengaku tidak tahu ada berapa banyak perusahaan kelapa sawit yang melakukan alih fungsi tersebut. Hanya saja dia menyaayangkan hutan Papua berubah menjadi kebun kelapa sawit. Langkah selanjutnya adalah kuasa hukum akan meneruskan tuntutan warga dengan bertemu pihak perusahaan dan juga kementerian terkait.
“Selama belum pernah (warga bertemu pihak perusahaan), karena itu kita akan melakukan usaha-usaha itu,” pungkasnya.
Editor : Rinna Ratna Purnama