DEPOK, iNewsDepok.id - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menuntaskan sidang gugatan Pasal 169 huruf q UU Pemilu terkait batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 40 tahun, pada Senin (16/10/2023) lalu.
Dalam amar putusannya, Mahkamah menilai bahwa pejabat negara yang berpengalaman sebagai anggota DPR anggota DPD, anggota DPRD, gubernur, bupati, dan wali kota, layak untuk berpartisipasi dalam kontestasi capres maupun cawapres dalam pemilu meskipun berusia di bawah 40 tahun.
Menanggapinya, Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia menggelar diskusi publik pada hari Kamis (19/10/2023) untuk membahas pendapat para pakar hukum alumni UI mengenai putusan tersebut dari sudut pandang hukum.
Dalam acara tersebut, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengatakan, keputusan MK memang kontroversial dan menimbulkan banyak spekulasi. Kontroversi itu tidak hanya dipicu oleh hasil putusannya, tetapi juga dinamika internal di antara hakim.
"Jadi, hakim-hakim lah yang justru membuat putusan ini menjadi kontroversial dan menciptakan spekulasi," kata Titi di Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, Kamis (19/10/2023).
Secara substansi, lanjut Titi, sebenarnya putusan MK tersebut merupakan sebuah terobosan yang baik bagi praktik pemilu dan demokrasi Indonesia. Karena, putusan tersebut membuka keterlibatan orang muda yang lebih luas.
"Tapi yang menjadi masalah adalah putusan tersebut diputus secara sembrono dan sangat terbuka memperlihatkan inkonsistensi hakim," ucap Titi.
Anehnya, kata dia, pendapat 1 hakim tersebut dalam hitungan hari sudah diadopsi oleh mayoritas hakim lain.
"Dalam hal ini bertambah menjadi 3 hakim, dengan tambahan 2 hakim lain mengecualikan bagi yang pernah menjadi kepala daerah," ujar Titi.
Editor : M Mahfud