Selama masa penahanannya, ia berhasil menyelesaikan karyanya yang paling besar, yang diberi judul Tafsir Al-Azhar. Ia memberi nama "Azhar" sebagai pengingat atas nama masjid tempat ia sering memberikan ceramah di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatam.
Pada tahun 1965 hingga 1966, kekuatan komunis di Indonesia mulai runtuh. Buya Hamka dibebaskan pada tahun 1967. Namun, karena merasa situasi masih belum aman, ia pindah ke Malaysia. Setelah kembali dari Malaysia, Buya Hamka mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Ketika mendengar pesan tersebut, Hamka merasa terkejut karena pesan itu datang bersamaan dengan kabar kematian Soekarno yang diberitahukan oleh keluarga pada tanggal 16 Juni 1970.
Hamka, seorang ulama besar, tidak pernah menggoreskan dendam dalam hatinya. Tak lama setelah menerima pesan itu, ia segera pergi untuk memberikan penghormatan terakhir di Wisma Yaso, tempat jenazah Bung Karno disemayamkan. Sesuai dengan wasiat sang proklamator, Buya Hamka memimpin shalat jenazah bagi orang yang pernah mengenjarakannya.
Ketika menjelang akhir hayatnya, Buya Hamka melakukan perjalanan terakhirnya ke luar negeri. Pada tahun 1981, ia menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Islam Dunia di Thaif. Tujuannya begitu mulia, yaitu untuk mendukung terwujudnya perdamaian antara Palestina dan Israel. Ini menjadi perjalanan akhirnya dalam perjuangan hidupnya yang tulus demi agama.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta