JAKARTA, iNews.id - Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman membantah dakwaan jaksa penuntut umum bahwa dirinya terlibat tindak pidana terorisme. Ia bahkan menuding ada tiga motif di balik penangkapannya dan penetapan dirinya sebagai terdakwa terorisme.
Bantahan itu disampaikan dalam sidang lanjutan perkaranya yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rabu (15/12/2021), dengan agenda pembacaan eksekpsi.
Menurut Munarman, jika dirinya terlibat kasus terorisme, maka sejumlah pejabat tinggi negara, termasuk Presiden Joko Widodo, sudah tewas saat menghadiri Aksi Bela Islam Jilid III atau 212 pada Desember 2016.
"Akal sehat orang waras sudah pasti melihat bahwa perkara a quo hanya dagelan. Sebab, bertentangan dengan logika akal sehat," kata Munarman saat membacakan eksepsinya.
Ia mengingatkan bahwa saat penyelenggaraan Aksi 212, ia merupakan koordinator lapangan, dan acara itu dihadiri Presiden Jokowi beserta Wakilnya, Jusuf Kalla, juga beberapa pejabat negara, di antaranya Menko Polhukam, Panglima TNI Gatot Nurmantyo, dua mantan Kapolri, Pangdam Jaya, Kapolda Metro Jaya, Firli Bahuri yang kini menjabat Ketua KPK, dan kepala BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme).
Munarman menegaskan, jika dirinya memiliki pemikiran sebagai seorang teroris, maka dapat memastikan bahwa seluruh pejabat tinggi yang hadir di Monas tanggal 2 Desember 2016 tersebut sudah pindah ke alam lain, karena ia akan melihat momen itu sebagai kesempatan emas. Sebab, saat itu semua pejabat tinggi negara berada di dalam jangkauannya.
"Karena sekali lagi, pejabat tinggi negara ini hadir di Monas dalam acara yang digelar pada 2 Desember 2016 dan semua pejabat tinggi negara tersebut ada dalam jangkauan saya. Akses saya terhadap para pejabat yang hadir saat itu terhitung tanpa halangan," katanya.
Munarman menuding kasus dugaan tindak pidana terorisme yang dijeratkan kepadanya merupakan fitnah dan rekayasa. Ia curiga, orang-orang yang ditangkap dan menjadi terpidana kasus terorisme diarahkan dan digiring untuk membangun opini untuk menjadikannya dirinya sebagai target penangkapan.
Aktivis yang juga pengacara inipun menuding adanya tiga motif di balik perkara yang menjeratnya saat ini, yakni untuk menghalanginya melakukan advokasi hukum kasus pembunuhan 6 Laskar FPI, untuk mencegahnya berpartisipasi dalam Pemilu 2024, dan motif kebencian yang bersifat ideologis terhadap Islam.
"Sehingga suara kritis dan aspirasi dari umat Islam harus dibungkam dan dimusnahkan melalui rekayasa yang sedemikian rupa," tegasnya.
Seperti diketahui, Munarman didakwa menggerakkan orang lain untuk melakukan teror. Menurut jaksa, Munarman telah melakukan baiat kepada pimpinan ISIS di UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, pada Juni 2014. Tahun berikutnya, ia mengikuti acara serupa di Makassar dan UIN Sumut.
"Terdakwa Munarman dan kawan-kawan merencanakan dan atau menggerakkan orang lain untuk ancaman kekerasan, untuk melakukan tindak pidana teroris dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, bermaksud untuk menimbulkan suasana teror," kata jaksa pada sidang pekan lalu.
Atas perbuatannya, Jaksa mendakwa Munarman telah melanggar Pasal 14 atau Pasal 15 Juncto Pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU juncto UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas UU 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Selain itu, Jaksa juga juga memberikan dakwaan subsider Pasal 13 huruf c peraturan yang sama.
Editor : Rohman