JAKARTA, iNewsDepok.id - Anggota Fraksi PDIP DPR RI, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, mengkritisi tindakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam kasus tewasnya Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat pada 8 Juli 2022.
Pasalnya, kasus ini merupakan kasus pidana murni, bukan pelanggaran HAM, tetapi Komnas justru terlihat lebih aktif dari tim Polri.
"Menarik sekali ketika Komnas HAM ikut heboh dalam penyelidikan dan penyidikan kasus (Brigadir J) ini," kata Hasanuddin dalam keterangannya kepada wartawan, Minggu (31/7/2022).
Anggota Komisi I DPR ini mengingatkan bahwa kasus Brigadir J merupakan kasus pidana murni, karena dalam kasus ini ada orang yang tertembak dan meninggal dunia, bukan kasus pelanggaran HAM atau belum diidentifikasikan sebagai pelanggaran HAM.
"Lalu mengapa Komnas HAM lebih aktif dibandingkan tim khusus yang dibentuk Kapolri dan ditugaskan untuk menuntaskan kasus tersebut?" tanyanya.
Politisi asal Jawa Barat ini juga mempersoalkan pemeriksaan CCTV dan pemanggilan saksi-saksi oleh Komnas HAM, karena menurut dia, kedua hal itu merupakan wewenang penyidik Polri, karena ini kasus pidana murni.
"Apakah nanti tak mengganggu bila Komnas HAM kemudian membuka hasil temuan CCTV atau keterangan saksi-saksi yang baru sebagian? Padahal penyidik harus membuat kesimpulan akhir terkait kasus tersebut?" tanyanya.
Hasanuddin khawatir, jika Komnas HAM menyampaikan informasi kepada publik secara tidak utuh, justru akan membingungkan karena penyidikan ini belum tuntas sampai akhir dan pelaku sesungguhnya belum ditemukan.
Hasanuddin juga mempertanyakan kinerja dari tim khusus bentukan Kapolri yang hingga saat ini belum pernah menyampaikan progres penyidikannya, tetapi malah didahului Komnas HAM.
Untuk itu, ia menyarankan agar semuanya menunggu saja hasil penyelidikan polisi dan tidak membuat analisa-analisa liar.
"Saran saya, kita tunggu saja hasil penyelidikan polisi. Jangan membuat analisa-analisa liar. Percayakan pada yang berwenang," tegasnya.
Seperti diketahui, sejak dilibatkan dalam tim khusus bentukan Kapolri bersama Kompolnas, Komnas HAM seperti langsung tancap gas dengan memanggil seluruh ajudan Kepala Divisi Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo, dan bahkan mengaku telah melihat CCTV yang menunjukkan bahwa Brigadir J masih hidup saat kembali dari Magelang.
Bahkan dari CCTV itu, kata Komnas HAM, juga terungkap kalau tes PCR dilakukan di dua tempat, yakni rumah dinas Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Pusat, dan di rumah pribadinya yang berjarak sekitar 500 meter dari rumah dinas itu.
Pernyataan Komnas HAM bahwa Brigadir J masih hidup saat kembali dari Magelang, mematahkan asumsi pengacara keluarga Brigadir J bahwa Brigadir J kemungkinan tewas di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo atau dalam perjalanan dari Magelang ke Jakarta, karena sebelum Brigadir J tewas pada 8 Juli 2022 sekitar pukul 17:00 WIB, almarhum masih sempat berkomunikasi dengan keluarga sekitar pukul 10:00 WIB, dan mengatakan bahwa dirinya sedang di Magelang dan akan mengawal pimpinan kembali ke Jakarta.
Dengan perkiraan waktu tempuh Magelang - Jakarta sekitar tujuh jam, maka pengacara berasumsi, bisa jadi Brigadir J tewas dalam perjalanan dari Magelang ke Jakarta.
Kematian Brigadir J menjadi polemik karena pada 11 Juli 2022, Karopenmas Divisi Humas Polda Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, Brigadir J tewas di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, akibat baku tembak dengan Bharada E setelah Brigadir J melecehkan Putri Candrawati, istri Brigadir J.
Saat baku tembak itu, kata Ramadhan, Irjen Ferdy Sambo sedang melakukan tes PCR di luar rumah
Kematian Brigadir J itu menjadi polemik karena setelah keluarga menerima jenazahnya pada 11 Juli 2022, keluarga tak hanya menemukan luka tembak pada jenazah Brigadir J, tetapi juga luka luka sayatan.
Dari hasil visum et repertum dua orang dokter yang ditugaskan pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, untuk mengikuti ekshumasi (autopsi ulang), membuat laporan mengejutkan, karena bukan hanya ditemukan luka tembak dari belakang kepala tembus ke lobang hidung dan dari leher tembus ke bibir, tapi Kamaruddin juga mengatakan kalau kepala Brigadir J di lem, dan otaknya tak ada di dalam kepala itu, melainkan ditemukan di perutnya.
Diduga pemindahan otak itu dilakukan saat autopsi pertama pada 8 Juli 2022 di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, tak lama setelah kematian Brigadir J.
Kejanggalan yang juga disorot publik adalah, Ramadhan mengatakan Irjen Ferdy Sambo sedang melakukan tes PCR saat insiden tembak menembak di antara Brigadir J dan Bharada E terjadi rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, sementara Brigadir J adalah ajudan Irjen Ferdy Sambo.
Publik pun mempertanyakan, mengapa saat kejadian Brigadir J tidak mendampingi Irjen Ferdi Sambo melakukan tes PCR? Bukankah ajudan selalu "menempel" pada pimpinan yang dikawalnya?
Editor : Rohman