DEPOK, iNewsDepok.id - Terkait wacana Depok dan daerah penyangga lainnya seperti Bekasi dan Bogor untuk bergabung dengan Jakarta, Lembaga Riset Kebijakan Publik Urban Policy menilai harus ada terobosoan hukum.
Mengenai hal tersebut, Urban Policy menilai itu bukan hal yang mustahil. Urban Policy menyebut peluang bergabungnya Depok dengan Jakarta dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yakni:
- Kondisi geografis yang berdekatan.
- Kemiripan karakteristik sosial budaya.
- Aktivitas ekonomi penduduk.
- Kebutuhan solusi holistik masalah perkotaan, yakni banjir, kemacetan, serta masalah lingkungan seperti polusi udara yang berkaitan dengan Jakarta.
Direktur Eksekutif Urban Policy Nurfahmi Islami Kaffah mengatakan Depok sebagai kota sub-urban, secara fungsi tata ruang dan mobilitas ekonomi masyarakatnya sudah cenderung lebih akrab dengan Jakarta dibanding daerah lain di Jawa Barat.
“Masyarakat Depok sudah lebih condong ke Jakarta, karakteristik heterogenitas, kultur sosial dan aktivitas ekonomi warga Depok juga tidak bisa lepas dari Jakarta, hanya konteks yurisdiksi administrasi pemerintahan saja yang masuk Jawa Barat,” ucap Nurfahmi dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (18/7/2022).
Secara konstitusional, menurut Urban Policy, secara konstitusional sedikitnya dua jalan masuk usulan bergabungnya Depok ke dalam Jakarta Raya, yakni:
Pertama, melalui pengajuan Bottom up sesuai Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Jo.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2007 Tata Cara Pembentukan Penghapusan dan Penggabungan Daerah, khususnya yang mengatur mengenai Penggabungan Daerah, perubahan batas wilayah dan pembentukan Daerah Provinsi.
Kedua, melalui Revisi Undang-undang No. 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang saat ini tengah diajukan Revisinya oleh Pemprov DKI Jakarta ke Pemerintah Pusat.
Meski demikian, catatan Urban Policy bahwa tak cukup sekadar landasan konstitusional saja yang perlu dipenuhi dan diperhatikan.
Di samping itu, perlu juga arah kebijakan yang tegas dari pemerintah pusat, untuk mendesain kawasan Jakarta dan kota penyangga di masa depan, karena penyelesaian berbagai masalah di Jakarta, tidak dapat berjalan efektif bila tidak dibersamai keseriusan penataan wilayah penyangga.
“Yang terpenting Pemerintah Pusat, berani gak menata Jakarta masa depan dengan terobosan penggabungan ini, karena kewenangan dan politik hukumnya ada di pusat,“ ucap Nurfahmi.
Lantas, seandainya Depok dan Bekasi bergabung dengan DKI Jakarta akan turun kasta menjadi Kota Administratif dan tidak memiliki DPRD?
Menurut Nurfahmi, peluang apapun masih sangat terbuka, dengan direvisinya UU Kekhususan Jakarta, ada kesempatan format baru penataan Jakarta dan kawasan penyangga, maka tidak berarti harus seperti kemarin (Kota Administratif).
“Revisi ini bisa jadi momen penataan Jabodetabek, tinggal bagaimana terobosan hukum legislatif dan Pemerintah Pusat dalam penyusunan Revisi UU Kekhususan Jakarta, serta keterlibatan Kota Depok dan Bekasi secara serius mengawal draf yang digarap,” tegas Nurfahmi.
Urban Policy menilai terdapat potensi Jakarta dan Depok sama-sama diuntungkan bila terjadi penggabungan. Di satu sisi Jakarta bertambah luas secara cakupan wilayah dan mengurai kepadatan yang tentunya sangat penting menopang Jakarta sebagai pusat ekonomi nasional.
Di sisi lain, bagi Kota Depok adalah akselerasi pembangunan termasuk integrasi di berbagai bidang Infrastruktur dan pelayanan masyarakat.
Meski demikian, Urban Policy merekomendasikan agar Pemerintah Kota Depok dan kota lainnya seperti Kota Bekasi, betul-betul menghitung proyeksi dampak dan risiko sosial politik serta melibatkan DPRD dan peran serta masyarakat sebelum menindak lanjuti wacana tersebut.
Lebih lanjut menurut Nurfahmi, yang terpenting sikap ingin bergabung dilandasi langsung oleh keinginan kuat masyarakat.
“Oleh karena itu harus dikaji dan dihitung, karena yang terpenting bukan perubahan status administratifnya, tapi orientasinya perbaikan kesejahteraan yang dirasakan langsung masyarakat,” pungkasnya.
Editor : Kartika Indah Kusumawardhani