DEPOK, iNewsDepok.id - Pertemuan Kelompok Mega Bintang di Solo, Jawa Tengah, Minggu (5/6/2022), ternyata memunculkan wacana yang jika terealisasi akan mengubah peta perpolitikan Tanah Air yang saat ini ditengarai tengah dikangkangi oleh sekelompok pengusaha atau pemilik modal yang tergabung membentuk oligarki.
Pasalnya, dalam pertemuan yang diselenggarakan di rumah Modrik Sangidu itu, salah satu tokoh Mega Bintang, muncul wacana people power jika Mahkamah Konstitusi (MK) juga menolak judicial review (JR) pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur tentang presidential threshold (PT) 20% yang diajukan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) RI, karena sebagai lembaga tinggi negara yang anggotanya merupakan perwakilan rakyat di seluruh Indonesia, DPD memiliki hak atau legal standing untuk mengajukan JR terhadap PT 20%.
Pertemuan tersebut dihadiri, antara lain oleh Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattalitti, aktivis Rocky Gerung, Ferry Juliantono, Syahganda Nainggolan, KH Syukri Fadholi, hingga Lieus Sungkarisma. Mereka berkumpul, juga untuk merayakan HUT Mega Bintang yang ke-25.
"Dalam pidatonya tadi (kemarin, red), dia (LaNyalla) menekankan bahwa negara ini dikontrol oleh oligarki dan kita harus melawan," kata Syahganda seperti diungkap dalam bincang-bincang dengan Lieus Sungkharisma yang videonya diunggah ke akun YouTube Lieus Sungkharisma Official, dan dikutip Senin (6/6/2022).
Ia menjelaskan, perlawanan itu akan dilakukan oleh DPD RI dengan mengajukan JR pasal 222 UU Pemilu ke MK, dan untuk itu, LaNyalla telah mendapat dukungan penuh dari anggota DPD RI.
"Omongan LaNyalla tadi bahwa sesama lembaga tinggi negara, kalau MK tidak menghargai (menolak gugatan JR DPD RI, red), maka menjadi suatu kenyataan di mana MK memproteksi undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945, dan itu people power bisa terjadi. Dan kalau itu terjadi (MK menolak JR DPD RI terhadap PT 20%), LaNyalla mempersilakan semua orang yang hadir untuk berpikir tentang people power," katanya.
Aktivis yang oleh Pengadilan Negeri (PN) Depok divonis 10 bulan penjara karena dinyatakan terbukti menyebarkan berita bohong tentang Omnibus Law UU Cipta Kerja itu menilai, PT 20% memang harus dihapuskan karena sebagaimana teori The Market for Lemons yang diciptakan George Akerlof, oligarki selalu menutup-nutupi ring (lingkaran utama dalam partai politik) agar saat pemilihan Capres, yang masuk dan diseleksi secara ketat adalah yang sesuai dengan keinginan mereka, sehingga orang-orang yang berkelas, orang-orang utama (hebat), tidak bisa masuk dalam pertarungan untuk memperebutkan kursi kepemimpinan nasional.
"Dan itu yang terjadi sekarang (di Indonesia)," tegasnya.
Syahganda memuji LaNyalla sebagai figur ketua DPD RI yang berbeda dengan ketua DPD-DPD sebelumnya, karena LaNyala ingin mendobrak kondisi tersebut, sehingga menurut dia, saat ini kekuatan rakyat bisa bersatu dengan kekuatan LaNyalla dan anggota DPD RI.
Seperti diketahui, PT 20% disinyalir menjadi kunci langgengnya oligarki, karena dengan PT 20%, maka hanya partai-partai tertentu yang dapat mengusung calon di Pilpres 2024, sementara dengan sistem demokrasi liberal yang diterapkan di Indonesia saat ini, yang memicu biaya tinggi, menjadi pintu masuk bagi para pengusaha/pemilik modal untuk membiayai calon-calon yang bertarung, dan tentu saja dengan imbalan tertentu yang telah disepakati.
Karena hal inilah banyak kalangan yang meyakini kalau pemerintahan Jokowi sejak periode pertama (2014-2019) dan periode kedua (2019-2024) yang saat ini masih berjalan, dikuasai dan dikendalikan oligarki. Indikasinya terlihat dari kebijakan-kebijakan pemerintahan Jokowi yang cenderung merugikan rakyat, tapi menguntungkan pengusaha yang menjadi bagian dari oligarki, seperti dengan menerbitkan RUU Cipta Kerja, merevisi UU KPK, menerbitkan RUU Minerba, dan lain-lain.
Celakanya, karena para pengusaha itu juga membiayai para politisi yang bertarung di Pemilu Legislatif (Pileg), mereka yang kini duduk di DPR pun seperti menjadi kolabolator pemerintah, sehingga semua usulan pemerintah itu disahkan menjadi undang-undang. Tak peduli meski rakyat menolak dan melakukan unjuk rasa berulang kali, dan tak peduli meski RUU yang diusulkan pemerintah tidak melibatkan partisipasi masyarakat. Bahkan, pembahasan RUU-RUU yang diusulkan pemerintah sangat cepat, sehingga dalam waktu singkat RUU yang diusulkan pemerintah telah disahkan sebagai yang terjadi pada pengesahan UU Cipta Kerja dan Minerba.
Syahganda tegas mengatakan bahwa PT 20% merupakan hasil sebuah konspirasi buruk dan melanggar UUD 1945, karena hasil Pileg 2019 dijadikan rujukan untuk Pilpres 2024. Padahal, kata dia, pemilih pada Pemilu 2019 kemungkinan sudah banyak yang meninggal, sehingga suaranya tak bisa digunakan lagi pada Pilpres 2014, dan penentuan PT harus melalui Pileg 2024.
Dalam obrolan dengan Lieus, Syahganda juga mengungkap kalau dalam pertemuan Mega Bintang, Rocky Gerung mengusulkan pembentukan PPP alias Partai People Power. Entah, apakah usulan ini serius atau becandaan.
Mega Bintang merupakan organisasi yang beranggotakan tokoh-tokoh nasional yang didirikan pada tahun 1990-an.
"Mega Bintang dibentuk saat Presiden Soeharto dan Orde Baru-nya aedang kuat-kuatnya, dan sekarang Mega Bintang juga bergerak lagi di saat Presiden Jokowi dan pemerintahannya sedang kuat-kuatnya," kata Syahganda.
Editor : Rohman
Artikel Terkait