“Apalagi hubungan Presiden Erdogan dan Prabowo, Turki dan Indonesia bukan hanya baik tapi juga tampak sangat dekat dan akrab. Biasa sajalah melihatnya,” imbuhnya.
Momen keluarnya Erdogan diyakini tidak terkait dengan masalah politik, terutama karena negara-negara lain juga sudah memahami Indonesia merupakan negara bebas aktif dalam politik internasional.
"Indonesia terus mengedepankan prinsip kebebasan aktif dalam hubungan internasional, seperti yang diatur dalam UU No. 37 Tahun 1999," ungkap Sukamta.
Dalam KTT D-8 di Kairo pekan lalu, Presiden Prabowo menyerukan persatuan di antara negara-negara mayoritas Muslim. Terlebih, populasi Muslim di dunia berjumlah dua miliar orang atau sekitar 25 persen dari jumlah penduduk dunia.
Presiden Prabowo juga menegaskan pentingnya kerja sama erat dan satu suara di tengah situasi yang memperlihatkan adanya konflik internal di banyak negara Muslim. Sukamta mendukung pernyataan kuat Prabowo itu karena dapat menunjukkan komitmen Indonesia yang terus berjuang bagi negara muslim seperti Palestina dan Suriah untuk mendapatkan kebebasan atas penjajahan yang mereka alami.
"Peran aktif Indonesia dalam menyuarakan keadilan di forum internasional adalah langkah strategis yang harus terus diperkuat," tuturnya.
Pada KTT D-8, Presiden Prabowo juga menyuarakan pentingnya penghormatan terhadap hukum internasional dan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan isu global lainnya.
"Kami sangat mendukung solidaritas dan kerja sama di antara negara-negara Muslim. Sikap ini sejalan dengan visi Indonesia untuk memperjuangkan keadilan global dan mempererat persaudaraan antarnegara Muslim,” terang Sukamta.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait