Bantah Luhut, Ismail Fahmi: Hanya 10.000 Netizen Yang Bicara Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

Tim iNews
Pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi. Sumber: Twitter

JAKARTA, iNews.id - Pendiri Drone Emprit sekaligus pendiri Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, membantah klaim Luhut Binsar Panjaitan tentang adanya 110 juta orang di media sosial yang berbicara tentang penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.

Drone Emprit merupakan sebuah sistem yang berfungsi untuk memonitor dan menganalisa media sosial berbasis big data.

"Impossible! Ada 110 juta user media sosial Indonesia yang berbicara tentang perpanjangan masa jabatan (presiden)," kata Fahmi melalui akun Twitter-nya, @ismailfahmi, Sabtu (12/3/2022).

Menurut dia, data Drone Emprit menunjukkan, user Twitter yang paling cerewet soal isu perpanjangan masa jabatan presiden hanya 10 ribu orang.

"Data Lab45 senada dengan Drone Emprit," tegasnya.

Data Lab45 menyebutkan, hanya 10.852 akun Twitter yang terlibat pembicaraan soal jabatan presiden 3 periode, dan mayoritas dari jumlah itu menolak.

"Sumber klaim data 110 juta netizen bicara soal presiden 3 periode atau perpanjangan itu darimana?" tanyanya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim kalau pemilih lima partai di negara ini mendukung usulan Pemilu 2024 ditunda dan perpanjangan masa jabatan presiden.

Kelima pemilih partai dimaksud adalah pemilih Partai Demokrat, Gerindra, PDIP,  Golkar dan PKB.

Hal itu dia katakan dalam wawancara di podcast Deddy Corbuzier yang diunggah di kanal YouTube magician tersebut, Jumat (11/3/2022), dengan judul "Jokowi 3 Periode?! Gimana Komen Kalian?"

Luhut mengklaim kalau apa yang dikatakannya itu berdasarkan big data berupa percakapan dari 110 juta orang di media sosial.

"Nah, itu yang rakyat ngomong. Nah, ini kan ceruk ini atau orang-orang ini ada di Partai Demokrat, ada di Partai Gerindra, ada yang di PDIP, ada yang di PKB, ada yang di Golkar, di mana-mana kan ceruk ini," katanya.

Luhut menjelaskan, big data itu menunjukkan ketidaksetujuan rakyat pada penyelenggaraan Pemilu pada masa pandemi karena kata dia, Pemilu menghabiskan biaya Rp110 triliun, baik untuk Pilpres, Pileg dan Pilkada yang diselenggarakan pada tahun yang sama, yakni 2024.

Ia menilai, aspirasi-aspirasi dari masyarakat tersebut merupakan bagian dari demokrasi.

Namun, kata dia, apakah wacana itu dapat diwujudkan atau tidak, nantinya menjadi ranah MPR selaku pihak yang bisa mengubah atau mengamendemen UUD 1945 tentang pasal jadwal Pemilu.

"Kalau rakyatnya terus berkembang, terus gimana, nanti bilang DPR gimana, MPR bagaimana, ya kan konstitusi yang dibikin itu yang harus ditaati presiden. Konstitusi yang memerintahkan presiden, siapa pun presidennya," kata Luhut.

Editor : Rohman

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network