"Dalam mencapai pemenuhan target SDG’s bukan hanya melalui kebijakan nasional dan program pembangunan di berbagai sektor, tetapi juga perlu dukungan bersama dari berbagai sektor, baik sektor pemerintah, swasta, organisasi, masyarakat, hingga akademisi," ujar Supratman.
"Selama ini kita menyadari bahwa para pelaku kewirausahaan sosial kerap menghadapi tantangan dalam mengembangkan usahanya, terutama karena kurangnya regulasi yang jelas dan sistem pencatatan yang terpadu," imbuh Supratman.
Dalam hal ini, sebagai bentuk komitmen dan dukungan terhadap ekosistem social enterprise di Indonesia, Kementerian Hukum mengambil langkah nyata melalui pencatatan social enterprise dalam sistem Ditjen AHU.
Pencatatan ini akan memperkuat ekosistem social enterprise di Indonesia. Melalui pencatatan secara terstruktur dan terpadu pada sistem Ditjen AHU, social enterprise akan mendapatkan pengakuan dari pemerintah dan ke depannya juga diharapkan dapat memperoleh pengakuan dari berbagai pihak, serta akses ke berbagai sumber daya seperti akses terhadap pembiayaan atau pendanaan.
"Hal ini mengingat bahwa lembaga keuangan dan investor pada umumnya akan lebih percaya pada entitas, dalam hal ini social enterprise, yang sudah mendapatkan pengakuan secara resmi dari pemerintah melalui pencatatan. Sering kali social enterprise kesulitan untuk mendapatkan dukungan dari lembaga keuangan konvensional," kata Supratman.
Lebih lanjut, Supratman menambahkan, dengan adanya pencatatan resmi, peran social enterprise dalam memberikan dampak sosial menjadi berkelanjutan dan berkesinambungan serta dapat membantu pemerintah dalam mendukung pencapaian tujuan SDG’s, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Social enterprise sering berkembang dalam sektor kreatif, yang tidak hanya memberikan solusi inovatif atas masalah sosial, tetapi juga meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait