“Saat ini rasio klaim asuransi kesehatan terhadap pendapatan premi untuk produk tersebut sudah mencapai 97%. Rasio ini cenderung terus meningkat seiring dengan makin tingginya angka klaim kesehatan. Ada margin yang cukup besar antara pembayaran klaim dengan pendapatan preminya,” tambah Fauzi.
Untuk mengatasi tantangan ini, industri asuransi jiwa mengambil langkah-langkah seperti meninjau kerja sama dengan rumah sakit, mengevaluasi produk dan premi berdasarkan pengalaman klaim, serta memfasilitasi diskusi antar perusahaan anggota AAJI. Lebih lanjut, industri asuransi jiwa mendukung langkah OJK yang telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk memperkuat ekosistem kesehatan melalui produk dan layanan asuransi kesehatan yang berkualitas.
Sejalan dengan itu, AAJI sedang mengkaji pembentukan metode pertukaran informasi antar perusahaan anggota untuk mewujudkan sektor kesehatan yang lebih transparan, akuntabel, dan efisien.
“Menanggapi harapan OJK akan adanya transparansi di sektor asuransi kesehatan dan produk asuransi lainnya. AAJI tengah mempelajari pembentukan pusat data dengan tetap mengedepankan keamanan data nasabah. Kami berharap adanya pusat data ini dapat meminimalisir terjadinya fraud dan mempermudah proses underwriting di perusahaan asuransi,” ujar Fauzi.
Tempatkan 35% Total Investasi Pada Instrumen SBN
Industri Asuransi Jiwa melaporkan total aset yang tercatat hingga Maret 2024. Dari 56 perusahaan asuransi jiwa yang melapor, AAJI mencatat total aset industri asuransi jiwa tumbuh 1,5% dengan perolehan nilai Rp. 620,47 triliun.
Kepala Departemen Insurtech AAJI Hengky Djojosantoso menuturkan bahwa perekonomian Indonesia pada periode kuartal pertama tahun 2024 tercatat stabil. Hal ini kemudian memberikan kontribusi positif pada iklim investasi yang kemudian memperkuat kepercayaan kepada investor untuk menempatkan dananya di berbagai instrumen investasi. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya hasil investasi industri asuransi jiwa sebesar 99,8% menjadi total Rp. 12,32 triliun.
“Sampai dengan akhir Maret 2024, total investasi industri asuransi jiwa mencapai Rp542,95 triliun, meningkat 1,6% dibanding periode yang sama tahun 2023. Total investasi mengambil porsi terbesar pada catatan aset industri asuransi jiwa sehingga stabilitas iklim investasi memberikan pengaruh pada kinerja industri asuransi jiwa. Sampai dengan Maret 2024, penempatan aset investasi industri asuransi jiwa masih didominasi oleh instrumen SBN dengan porsi 35% atau sebesar Rp. 189,82 triliun. Sesuai regulasi yang mendorong penempatan dana lebih banyak di SBN, kami melihat SBN cocok dengan karakteristik kontrak jangka panjang asuransi jiwa, dan peningkatan ini mengukuhkan dukungan industri asuransi jiwa pada pembangunan jangka panjang pemerintah,” ungkap Hengky
Penempatan investasi lainnya yaitu pada Saham sebesar Rp. 147,94 triliun, Reksadana sebesar Rp. 75,53 triliun, Sukuk Korporasi Rp. 46,01 triliun, Deposito sebesar Rp. 39,57 triliun, Penyertaan Langsung Rp. 25,36 triliun, Tanah dan Bangunan sebesar Rp. 15,85 triliun dan instrumen lainnya sebesar Rp. 4,87 triliun.
“Industri asuransi jiwa merupakan bisnis yang dijalankan dengan prinsip kehati-hatian yang tinggi. Termasuk dalam hal penempatan investasi, industri asuransi jiwa diatur dan diawasi secara ketat oleh regulator. Penempatan investasi yang baik akan memberikan manfaat kepada para pemegang polis dan juga menjaga stabilitas bisnis perusahaan. Kami mendorong seluruh perusahaan asuransi jiwa untuk senantiasa mengedepankan kepentingan pemegang polis dalam menjalankan bisnisnya termasuk dalam hal penempatan investasi,” tutup Hengky.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait