Ratusan Lumba-Lumba Sungai Amazon Mati Akibat Kekeringan dan Suhu Panas

Marsaulina Lumbanraja
Peneliti dari Mamiraua Institute for Sustainable Development mengambil bangkai lumba-lumba yang telah mati di Danau Tefe, negara bagian Amazonas, Brazil. Foto: Ist

JAKARTA, iNewsDepok.id - Sebuah penelitian baru-baru ini mengungkapkan penyebab kematian massal ratusan lumba-lumba sungai Amazon (Inia geoffrensis) yang ditemukan di Sungai Juruá, Brasil, pada tahun 2023. Para peneliti menemukan bahwa lumba-lumba tersebut mati akibat kekeringan dan suhu panas yang ekstrem, yang mempengaruhi kesehatan dan perilaku mereka.

Lumba-lumba sungai Amazon, yang juga dikenal sebagai boto atau pink dolphin, adalah salah satu spesies lumba-lumba air tawar terbesar di dunia. Mereka memiliki warna merah muda atau abu-abu dan dapat tumbuh hingga 2,5 meter panjangnya. Mereka hidup di sungai-sungai dan danau-danau di hutan hujan Amazon, dan merupakan bagian penting dari ekosistem dan budaya setempat .

Namun, populasi lumba-lumba ini terancam oleh berbagai faktor, seperti perburuan, pencemaran, pembangunan bendungan, dan perubahan iklim. Menurut sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Scientific Reports pada bulan Oktober 2023, perubahan iklim telah menyebabkan kekeringan dan suhu panas yang parah di wilayah Amazon pada tahun 2023.

Institut Mamiraua, sebuah kelompok penelitian dari Kementerian Sains, Teknologi dan Inovasi Brasil, mengatakan dua lumba-lumba mati lagi ditemukan Senin di wilayah sekitar Danau Tefe, yang merupakan kunci bagi mamalia dan ikan di daerah itu. Video yang disediakan oleh institut menunjukkan burung bangkai memakan bangkai lumba-lumba yang terdampar di tepi danau. Ribuan ikan juga mati, media lokal melaporkan.

Para ahli percaya suhu air yang tinggi adalah penyebab paling mungkin kematian di danau-danau di wilayah itu. Suhu sejak minggu lalu telah melebihi 39 derajat Celsius (102 derajat Fahrenheit) di wilayah Danau Tefe.

Institut Chico Mendes untuk Konservasi Keanekaragaman Hayati pemerintah Brasil, yang mengelola kawasan konservasi, mengatakan minggu lalu telah mengirim tim dokter hewan dan ahli mamalia air untuk menyelidiki kematian tersebut.

Telah ada sekitar 1.400 lumba-lumba sungai di Danau Tefe, kata Miriam Marmontel, seorang peneliti dari Institut Mamiraua.

"Dalam satu minggu kami sudah kehilangan sekitar 120 hewan antara keduanya, yang bisa mewakili 5% hingga 10% populasi," kata Marmontel.

Para peneliti dari University Federal de Minas Gerais (UFMG) dan Universitas Federal do Amazonas (UFAM) melakukan survei lapangan di Sungai Juruá, salah satu anak sungai Amazon, pada bulan Januari dan Februari 2023. Mereka menemukan 120 bangkai lumba-lumba sungai Amazon di sepanjang 900 kilometer sungai . Ini merupakan jumlah tertinggi yang pernah dilaporkan sejak tahun 1994, ketika terjadi wabah virus morbillivirus.

Peneliti Ayan Fleischmann, yang telah mengawasi perubahan di dan sekitar area Danau Tefe, mengatakan, “Suhu air di saat-saat tertentu sangat tinggi pada hari terjadinya kematian (lumba-lumba), melampaui 102 derajat Fahrenheit, yang merupakan suhu yang sangat tinggi. Rata-rata suhu air di wilayah kami di Danau Tefe adalah antara 84 hingga 87 Fahrenheit, yang mana tergolong sangat tinggi untuk masa-masa ini dan tentu saja terkait dengan kematian itu.”

Para peneliti mengambil sampel jaringan dari 54 bangkai lumba-lumba untuk menganalisis penyebab kematiannya. Mereka menemukan bahwa sebagian besar lumba-lumba mati karena infeksi bakteri atau jamur, yang disebabkan oleh stres oksidatif. Stres oksidatif adalah kondisi ketika sel-sel tubuh mengalami kerusakan akibat radikal bebas, molekul yang tidak stabil yang dapat merusak DNA, protein, dan membran sel.

Stres oksidatif pada lumba-lumba disebabkan oleh dua faktor utama yakni, kekeringan dan suhu panas. Kekeringan menyebabkan penurunan debit air sungai, sehingga mengurangi ruang hidup dan sumber makanan bagi lumba-lumba. Suhu panas meningkatkan metabolisme tubuh lumba-lumba, sehingga meningkatkan produksi radikal bebas. Selain itu, suhu panas juga meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme patogen di air, yang dapat menyebabkan infeksi pada luka atau kulit lumba-lumba.

Para peneliti mengatakan bahwa temuan mereka menunjukkan dampak negatif perubahan iklim terhadap kehidupan liar di Amazon. Mereka mengkhawatirkan nasib lumba-lumba sungai Amazon, yang sudah tergolong langka dan rentan. Mereka menyarankan agar dilakukan upaya konservasi dan mitigasi untuk melindungi spesies ini dari ancaman lebih lanjut .

Editor : M Mahfud

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network