JAKARTA, iNewsDepok.id – Sejumlah ahli waris eks pemegang saham dan direksi Bank Centris Internasional menangis. Mereka terkejut karena dikirimi surat tagihan dengan nilai sangat besar Rp4,5 triliun dan sejumlah rumahnya akan disita.
Mereka antara lain Dery, Opi, Visa, Visi, Lany dan Poppy yang merupakan anak-anak eks direksi dan pemegang saham Bank Centris.
Mereka menemui satu-satunya pemegang saham Bank Centris yang masih hidup Andri Tedja di Jakarta.
Para direksi dan pemegang saham sudah meninggal karena kasus Bank Centris terjadi sejak 25 tahun lampau. Bank Centris dibekukan pada 4 April 1998 terkait krisis keuangan yang melanda dunia.
”Mereka menangis karena rumah-rumah para tergugat diancam akan ikut disita. Rumah-rumah ditempati para ahli waris,” ungkap Andri Tedja, satu-satunya pemegang saham Bank Centris yang masih hidup dalam wawancara dengan iNews Depok, Senin (28/8/2023).
Andri Tedja menceritakan pada tanggal 16 Agustus 2023, datang surat dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta 1. Dalam suratnya disebut total utang mereka adalah Rp4,54 triliun.
Utang dihitung dari bunga berbunga sejak Desember 1997 hingga Juni 2023.
Dalam suratnya KPKNL Jakarta 1 mendasarkan pada amar putusan Mahkamah Agung Nomor 1688/Pdt/2003 tertanggal 4 Januari 2006.
”Kami sama sekali tidak punya utang pada BI dan BPPN, yang kemudian ditagih KPKNL. Ini tagihan yang keji,” kata Andri Tedja geram.
Andri Tedja menceritakan awalnya Bank Centris menjual Promes (Promissory Note) kepada BI senilai Rp492 miliar. Perjanjian dengan akte notaris no 46 tanggal 9 Januari 1998. Dalam menjual Promes Rp492 miliar, Bank Centris menjaminkan tanah seluas 452 hektare milik PT VIP.
Dengan jaminan tanah seluas 452 hektare tersebut, berdasarkan akta 46, BI tidak bisa menjual Promes dan menagih ke nasabah Bank Centris.
”Kami sejak saat itu hingga sekarang tidak menerima dana Rp492 miliar dari BI, jadi bagaimana kami disebut punya utang,” kata Andri Tedja heran.
Masalah diketahui belakangan, tutur Andri Tedja. BI ternyata menjual Promes kepada BPPN (Badan Penyehatan Perbankkan Nasional) melalui skema Cessie. Dengan cara tersebut BPPN menjadi memiliki hak tagih pada Bank Centris karena membeli piutang BI kepada Bank Centris (Cessie).
”Padahal sebenarnya BI tidak mencairkan uang kepada Bank Centris sepeser pun dari pembelian Promes. Jadi harusnya tidak ada Cessie, tidak ada utang Bank Centris sepeser pun kepada negara,” tegas Andri Tedja.
Andri Tedja tak sekedar berbicara. Ia menunjukkan bukti putusan PTUN Jakarta Nomor 428/G/2022.
Dalam putusannya, PTUN Jakarta menyatakan batal keputusan Panitia Urusan Piutang Negara terkait penetapan piutang negara kepada Bank Centris.
”Di Pengadilan terbukti bahwa BI tidak pernah mencairkan uang kepada rekening Bank Centris. Makanya tak ada utang sepeser pun Bank Centris pada negara,” tandas Andri Tedja.
Dalam pengadilan, jelas Andri Tedja, terungkap bahwa uang disalurkan BI kepada bukan rekening Bank Centris melainkan kepada rekening pribadi atas nama Bank Centris.
”Kami tidak tahu menahu ada rekening lain yang mengatasnamakan Bank Centris. Ini berarti ada bank dalam bank. Ini akan jadi persoalan besar untuk ditindaklanjuti aparat penegak hukum,” cetus Andri Tedja.
Andri Tedja juga merasa heran dengan validitas putusan MA yang menjadi dasar KPKNL Jakarta 1 menagih Rp4,5 triliun kepada ahli waris eks direksi dan pemegang saham Bank Centris.
Andri mengaku sudah mencermati putusan MA yang disebut-sebut KPKNL. ”Banyak kejanggalan karena salinan putusan MA tidak seperti itu,” terangnya.
”Ini juga akan menjadi wilayah aparat penegak hukum untuk melihat apakah benar ada putusan Mahkamah Agung atau tidak,” tambahnya.
Andri Tedja juga mengaku heran Keputusan MA No 1688/Pdt/2003 dinyatakan teregistrasi di PN Jaksel pada tanggal 27 September 2006. Namun salinan baru diberikan kepada tergugat 16 tahun kemudian, tanggal 2 November 2022.
”Heran setelah 16 tahun salinan putusan MA baru diserahkan kepada tergugat,” pungkas Andri Tedja.
Tanggapan KPKNL 1 Jakarta
Kepala KPKNL 1 Jakarta, Rofi’i Edy Purnomo saat dimintai tanggapan wartawan menyatakan KPKNL tugasnya adalah melakukan pengurusan piutang negara.
”Ada piutang negara diurus kami mulai dari proses penagihan, panggilan, surat paksa sampai pada penyitaan dan lelang,” katanya.
Jika ada keberatan, Rofi’i menyatakan itu adalah hak eks pengurus dan pemegang saham Bank Centris.
”Keberatan bukan kepada kami, disampaikan saja kepada yang menyerahkan piutang untuk kami tagih. Keberatan bisa ke Satgas BLBI atau ke BI,” tutur Kepala KPKNL 1 Jakarta.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait