JAKARTA, iNewsDepok.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) dinilai melakukan diving dalam kasus Duta Palma Group karena mengabaikan UU Ciptaker.
Kasus Duta Palma Group memasuki sidang pledoi setelah jaksa menuntut penjara seumur hidup terhadap Surya Darmadi, bos grup perusahaan sawit asal Indragiri Hulu tersebut.
Penilaian Kejagung melakukan diving disampaikan Hinca Panjaitan, anggota Komisi III DPR RI. Hinca menggarisbawahi diabaikannya UU Ciptaker atau Omnibus Law yang dibuat untuk mengatasi carut marut aturan sektoral yang saling tumpang tindih.
Hinca Panjaitan mengungkapkan ia menjadi salah satu anggota dewan yang menyusun UU Ciptaker. "Ruh UU Ciptaker itu untuk mengatasi berbagai masalah akibat tumpang tindih aturan. Ini yang harus dipahami Kejagung," tegas Hinca Panjaitan.
Dalam kasus perkebunan sawit seperti dialami Duta Palma Group, Hinca menyatakan adalah dosa bersama bangsa Indonesia. Duta Palma misalnya menjalankan perkebunan sawit berdasarkan Izin Lokasi (Ilok) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang mengacu pada UU Kehutanan dan Perda.
"Kita akui memang terjadi carut marut aturan antar sektor. Dan ini adalah dosa bersama bangsa Indonesia. Ini yang kemudian diselesaikan dengan UU Ciptaker," kata Hinca Panjaitan.
Dalam UU Ciptaker, kesalahan administrasi pidana akibat tumpang tindih aturan diberi kesempatan untuk diselesaikan dalam waktu 3 tahun mulai 2020-November 2023. "Jadi kesalahan diselesaikan dengan denda karena memang awalnya berasal dari tumpang tindih aturan. Ini sudah menjadi kesepakatan bersama," terang anggota Komisi 3 DPR RI.
Namun yang terjadi Kejagung mengambil posisi yang berbeda. Kasus seperti Duta Palma berdasarkan UU Ciptaker semestinya diselesaikan dengan denda hingga November 2023.
"Kalau setelah November 2023, perusahaan sawit mbalelo tak bayar denda baru boleh dipidanakan," jelas Hinca.
"Ini yang saya sebut Kejagung melakukan diving karena mengambil jalan sendiri yang berbeda dari UU Ciptaker," tandas Hinca.
Hinca khawatir tuntutan penjara seumur hidup pada Surya Darmadi, bos Duta Palma Group tak dianggap oleh majelis hakim. Ia mencontohkan dalam kasus minyak goreng, Kejagung menuntut sejumlah pihak dengan penjara lebih dari 10 tahun.
"Namun hakim memutus kurang dari 1 tahun karena tuntutan tidak terbukti," imbuh Hinca.
Lebih lanjut, Hinca mengatakan kasus seperti Duta Palma dialami 1.189 kegiatan usaha sawit. Jika semua diperlakukan seperti Duta Palma Group akan terjadi kekacuan dalam perekonomian nasional.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait