Mantan Kabais: Keterlibatan Komnas HAM Bikin Kasus Brigadir J Tambah Buram

Rohman
Mantan Kepala BAIS Laksda TNI (Purn) Soleman B Pontoh saat wawancara di podcast Refly Harun yang menyebut kalau keterlibatan Komnas HAM dalam kasus Brigadir J membuat kasus itu tambah buram. Foto: tangkapan layar YouTube

DEPOK, iNewsDepok.id - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) Laksamana Muda (Laksda) TNI (Purn) Soleman B Pontoh menilai, keterlibatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam penanganan kasus tewasnya Brigadir J atau Brigadir Nofriansah Yosua Hutabarat pada 8 Juli 3022, justru membuat kasus itu menjadi makin buram.

Sebab, dalam menjalankan tugasnya, Komnas HAM dinilai tidak fokus pada tugas dan fungsinya sebagaimana diatur pada pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

"Komnas HAM seperti melanjutkan pekerjaan polisi (dalam kasus Brigadir J), tidak fokus pada UU 39 Tahun 1999, sehingga kasus yang semula sudah agak jelas jadi tambah buram," kata Pontoh dalam video berjudul "Soal Penembakan di Rumah Ferdy Sambo, Purnawirawan TNI: Ada Yang Sudah Tahu Kejadian Aslinya" yang tayang di akun YouTube Refly Harun, Selasa (2/8/2022).

Ia menjelaskan, dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Komnas HAM mengacu pada UU Nomor 39 Tahun 1999, dan dalam kasus Brigadir J rujukannya adalah pasal 4 UU itu yang berbunyi; "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun".

Karena menyebut "hak untik hidup yang tak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun", kata Pontoh, Komnas HAM seharusnya fokus pada fakta bahwa ada yang meninggal dalam kasus itu, dan tak usah mengungkap masalah perjalanan Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo bersama istri dan para ajudan, termasuk Brigadir J dari Magelang ke Jakarta, dan juga soal adanya 20 CCTV yang disebut-sebut telah diperiksa Komnas HAM.

"Soal CCTV)itu kan cerita dia sendiri, karena tidak ada;  "ini lho faktanya, ini fotonya". Apakah isi CCTV itu benar? Karena CCTV di jalan tol kan jauh (dari kendaraan yang berlalu lalang). Nah, kalau nanti hasil penyidikan ternyata berbeda (dengan pernyataan Komnas HAM), bagaimana?" tanyanya.

Pontoh juga mengingatkan adanya keterangan yang tidak klop antara Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dengan Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, soal kepulangan Irjen Pol Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, dari Magelang ke Jakarta. Sebab, Taufan mengatakan Irjen Ferdy Sambo pulang dengan pesawat, sementara istrinya dengan mobil. Namun, Anam mengatakan Irjen Ferdy dan istri pulang bersama dengan mobil 

Belakangan, Anam membenarkan Taufan bahwa Irjen Ferdy pulang dengan pesawat, istrinya dengan mobil. 

"Di intelijen, apabila beberapa dari yang disampaikan satu saja meragukan, maka menihilkan semua. Jadi, bagi kita yang orang intelijen, kedua keterangan itu tidak benar," tegasnya.

Pontoh pun menyarankan Komnas HAM agar tidak usah cerita tentang perjalanan dari Magelang ke Jakarta, karena hal itu urusan polisi.

"Dalam kasus ini ada penghilangan hak hidup seseorang, itu yang dicari," tegasnya.

Pontoh juga mengatakan, jika ia melihat kasus Brigadir J dari sisi intelijen, kasus ini mengandung fog (kabut) yang harus ditiup. Fog itu memiliki akronim, yakni Fact atau fakta, Opinion atau opini dan Guess (tebak-tebakan).

Dalam kasus Brigadir J, kata dia, faktanya hanya satu, yakni adanya orang yang meninggal karena diduga dibunuh, sementara narasi-narasi yang selama ini disampaikan penyidik Polri maupun Komnas HAM, karema tidak ada buktinya, maka masih dalam bentuk opini dan tebak-tebakan.

"Makin banyak Komnas HAM membuat narasi, maka akan makin banyak tebak-tebakan, sementara faktanya tidak bergerak," katanya.

Karena hal ini, Pontoh mengaku tidak heran kalau sampai hari ini, meski hampir sebulan Brigadir J meninggal, belum ada tersangka untuk kasus ini, walaupun laporan dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J yang dilaporkan pengacara keluarganya, telah naik ke penyidikan.

Seperti diketahui, Brigadir J tewas pada 8 Juli 2022. Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan pada 11 Juli 2022 mengatakan, Brigadir J tewas setelah baku tembak dengan Bharada E di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, setelah Brigadir J melecehkan Putri Candrawathi, istri Irjen Ferdy.

Namun, keterangan itu menjadi janggal karena setelah keluarga Brigadir J menerima jenazahnya, mereka tak hanya menemukan luka tembak di jasad Brigadir J, tetapi juga banyak luka yang mengindikasikan kalau sebelum tewas, Brigadir J diduga dianiaya. 

Dan tak hanya itu, berdasarkan rekaman elektronik yang ditemukan, Brigadir J diketahui telah menerima ancaman pembunuhan sejak Juni 2022 hingga sehari sebelum tewas, sehingga melalui tim pengacaranya, keluarga melaporkan kematian Brigadir J diduga karena pembunuhan berencana.

Pengacara bahkan meragukan kalau tempat kejadian perkara (TKP) tewasnya Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy, karena sebelum dinyatakan tewas pukul 17:00 WIB, sekitar pukul 10:00 WIB Brigadir J sempat berkomunikasi dengan keluarga dan memberitahu kalau dia sedang di Magelang dan akan mengawal pimpinannya kembali ke Jakarta.

Perjalanan darat dari Magelang ke Jakarta diperkirakan sekitar 7 jam, sehingga Kamaruddin Simanjuntak, pengacara keluarga Brigadir J, menduga bahwa kemungkinan ada dua lokasi tewasnya Brigadir J, yakni jika tidak di rumah Irjen Ferdy Sambo, maka dalam perjalanan dari Magelang ke Jakarta. 

Editor : Rohman

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network