Saat itu, kata dia, pihak kepolisian terkesan menutupi kasus dengan menghalangi jenazah yang meninggal untuk dilihat oleh pihak keluarga.
"Untuk lari dari pertanggungjawaban pidana pun, anggota Kepolisian berdalih bahwa tindakan diambil merupakan langkah terukur terhadap pelaku kriminal. Padahal, dalam peristiwa ini, kami justru menemukan adanya dugaan rekayasa kasus dan fakta," kata dia.
Rivanlee mencatat ada enam kejanggalan yang ia nilai tak masuk akal dalam pengusutan kasus Brigadir J, yaitu:
1. Ada disparitas waktu yang cukup lama antara peristiwa dengan pengungkapan ke publik yakni sekitar dua hari.
2. Kronologis yang berubah-ubah disampaikan oleh pihak Kepolisian ke publik.
3. Ditemukannya luka sayatan pada jenazah Brigadir J di bagian muka.
4. Keluarga sempat dilarang melihat kondisi jenazah.
5. CCTV di lokasi kejadian dalam kondisi mati pada saat peristiwa terjadi.
6. Ketua RT yang tidak mengetahui adanya peristiwa dan proses olah TKP.
"Kami menilai bahwa sejumlah kejanggalan tersebut merupakan indikasi penting bahwa Kepolisian terkesan menutup-nutupi dan mengaburkan fakta kasus kematian Brigadir J. Terlebih keberadaan Kadiv Propam saat peristiwa terjadi pun tidak jelas," imbuh Rivanlee.
KontraS pun meminta Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo menjamin independensi dan transparansi tim khusus yang bertugas untuk mengungkap fakta kasus tersebut, serta dapat menyampaikan secara berkala pada publik atas perkembangan yang terjadi.
Editor : Rohman
Artikel Terkait