Sebagai jurnalis, pertemuan pertama saya dengan almarhumah tidak terduga. Karena kejadiannya sudah lama saya lupa apakah tahun 1994/1995, saat itu ada berita menghebohkan, yakni ada warga meninggal dunia setelah makan mie instan yang diduga beracun di Kabupaten OKU, Sumsel. Waktu itu saya bekerja sebagai jurnalis di Harian Umum Sriwijaya Post di Kota Palembang dengan jabatan Wakil Redaktur Pelaksana merangkap Redaktur Ekonomi dan Bisnis. Ketika itu saya dihubungi oleh atasan saya agar menemui bos Indofood yang datang dari Jakarta. Kami bertemu dan berbincang di salah satu ruangan di pabrik mie Indofood Palembang.
Ibu Eva dengan gerak cepat datang ke Palembang karena isunya menjadi liar, muncul pembentukan opini publik agar produk Indomie semua ditarik dari peredaran, bahkan ada yang minta pabriknya sementara ditutup hingga ada penjelasan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dan pihak kepolisian.
Saya tidak menyangka sama sekali saat beliau memperkenalkan diri menyebut marganya sama dengan marga saya, Hutapea. Belakangan saya tahu bahwa itu marga suaminya. Beliau bilang bangga dengan menyematkan nama marga suaminya itu di belakang namanya. Duh bangganya awak jadi Marga Hutapea. Dalam hati saya membatin kenapalah di situasi sulit seperti ini berkenalan dan berhadapan muka dengan Ibu yang bersuara halus, lembut dan berwajah teduh ini.
Kesan pertama saya bertemu dan berdiskusi dengan Ibu Eva adalah tipe bos besar yang mau mendengar pendapat orang lain. Ketika itu beliau minta pendapat saya atas permasalahan berita yang dikaitkan dengan perusahaan yang dipimpinnya.
Saya sarankan kepada beliau agar melakukan komunikasi intensif dengan Badan POM dan pihak kepolisian agar kasus ini tidak simpang siur dan isunya melebar. Saya juga menyarankan agar beliau menjalin komunikasi yang intensif dengan elemen masyarakat, tokoh masyarakat, termasuk mahasiswa dalam rangka membangun citra positif perusahaan yang dipimpinnya.
Saya katakan, memang tidak masuk akal sehat Indofood sebagai pihak yang memproduksi mie instan Indomie dengan sengaja meracuni produknya sendiri. Jangan-jangan itu merupakan rekayasa, siasat bisnis curang dari pesaing atau memang ada mie instan yang sudah kadaluarsa dikonsumsi. Ini masih dugaan tanpa bukti. Namun saya katakan bahwa berita atas kematian warga Sumsel itu tidak bisa ditutup-tutupi, justru keterbukaan informasi dari pihak berwenanglah yang dapat menuntaskan permasalahan ini secepatnya.
Poin yang ingin saya sampaikan dalam pertemuan perdana di Palembang itu adalah Ibu Eva adalah tipe pemimpin yang bergerak cepat dan mau mendengar saran dan pendapat orang lain. Dalam perbincangan saya dengan seorang teman aktivis mahasiswa beberapa tahun kemudian, ia menceritakan bahwa Indofood di era kepemimpinan Ibu Eva lebih terbuka dan mau mendukung kegiatan kampusnya.
Editor : Kartika Indah Kusumawardhani
Artikel Terkait