get app
inews
Aa Text
Read Next : Terbukti Cabuli Anak di Bawah Umur, Mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Dipecat Dari Polri!

Selain Ancaman PTDH, Ini Sanksi Pidana Yang Bakal Menjerat Mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar

Kamis, 13 Maret 2025 | 22:11 WIB
header img
Polri secara resmi menetapkan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Fajar WLS alias FWLS, mantan Kapolres Ngada, sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. (Foto: dok. Humas Polri)

JAKARTA, iNews Depok.id – Mabes Polri secara resmi menetapkan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Fajar WLS alias FWLS, mantan Kapolres Ngada, sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Polri menjamin, penegakan hukum terhadap kasus ini dilakukan secara simultan, baik dari aspek kode etik maupun tindak pidana.

"Polri konsisten dan berkomitmen menindak tegas setiap pelanggaran yang dilakukan oleh personel, termasuk yang berkaitan dengan pelanggaran peraturan perundang-undangan, terutama yang menyangkut perlindungan anak," tegas Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko dalam konferensi persnya, Kamis (13/3/2025).

"Berdasarkan hasil pemeriksaan, FWLS terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur berusia enam, 13, dan 16 tahun, serta seorang dewasa berinisial SHDR (20)," imbuh Trunoyudo.

Tidak hanya terjerat pornografi, AKBP Fajar WLS juga diduga menyalahgunakan narkoba dan menyebarluaskan konten pornografi anak.

Sementara itu, Brigjen Pol Agus Wijayanto, Karowabprof Divisi Propam Polri, menjelaskan bahwa AKBP Fajar telah menjalani proses kode etik di Propam Polri sejak 24 Februari 2025. Sidang Kode Etik Profesi Polri (KKEP) dijadwalkan pada 17 Maret 2025, dengan ancaman sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

"Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa perbuatan FWLS termasuk kategori pelanggaran berat, sehingga sidang kode etik akan segera digelar," kata Agus.

Selain sanksi etik, AKBP Fajar juga menghadapi jeratan hukum pidana. Dir Tipid Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Himawan Bayu Aji, mengungkapkan bahwa tersangka tidak hanya merekam dan menyimpan konten asusila anak, tetapi juga menyebarkannya melalui situs gelap atau dark web.

"Barang bukti berupa tiga unit handphone telah diamankan dan sedang diperiksa di laboratorium digital forensik," jelas Himawan.

Atas perbuatannya, mantan Kapolres Ngada ini dijerat dengan sejumlah pasal berlapis, di antaranya Pasal 6 huruf C, Pasal 12, Pasal 14 ayat 1 huruf A dan B, serta Pasal 15 ayat 1 huruf E, G, J, dan L UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Selain itu, ia juga dijerat Pasal 45 ayat 1 junto Pasal 27 ayat 1 UU ITE No. 1 Tahun 2024. Ancaman hukuman maksimal mencapai 15 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.

Kompolnas turut mengawal jalannya penyidikan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas. Irjen Pol (Purn) Ida Utari dari Kompolnas menegaskan bahwa pihaknya terus melakukan pengawasan agar kasus ini ditangani dengan benar sesuai prosedur hukum yang berlaku.

"Kami memastikan bahwa penanganan kasus ini dilakukan secara profesional dan sesuai aturan. Kami juga mendorong sidang kode etik segera dilaksanakan serta proses pidana berjalan tanpa hambatan," ujar Ida Utari.

Mengingat korban dalam kasus ini adalah anak-anak, berbagai lembaga seperti KPAI, Kementerian Sosial, dan Kemen PPPA bergerak memberikan pendampingan. Ketua KPAI, Aimariati Solihah, menekankan pentingnya perlindungan psikososial bagi korban.

"Kami telah berkoordinasi dengan Kemensos dan Kemen PPPA untuk memastikan korban mendapatkan perlindungan dan pemulihan trauma," kata Aimariati.

Hal senada disampaikan Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar, yang menegaskan bahwa negara wajib memastikan hak-hak korban tetap terlindungi selama proses hukum berlangsung.

"Kami memastikan bahwa seluruh langkah yang diambil dalam kasus ini mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak, termasuk pendampingan hukum dan psikologis," ujar Nahar.

Polri menegaskan bahwa seluruh proses penyidikan dilakukan dengan pendekatan scientific crime investigation. Bukti-bukti yang dikumpulkan diuji secara akademis dengan melibatkan berbagai ahli, termasuk psikologi, kejiwaan, dan agama.

Sebagai langkah selanjutnya, Polda NTT dengan dukungan Bareskrim Polri akan melengkapi berkas perkara dan melanjutkan proses hukum hingga tahap persidangan.

Karo Penmas Divisi Humas Polri menambahkan, dengan ditetapkannya AKBP Fajar sebagai tersangka, Polri menegaskan bahwa tidak ada toleransi terhadap personel yang terlibat dalam tindak pidana. Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya perlindungan anak sebagai prioritas dalam sistem hukum Indonesia.

"Kami berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini secara profesional, transparan, dan akuntabel. Tidak ada kompromi terhadap pelanggaran hukum, apalagi yang menyangkut perlindungan anak," kata Brigjen Pol Trunoyudo.

"Dengan proses hukum yang terus berjalan, masyarakat diminta untuk tetap memantau perkembangan kasus ini guna memastikan keadilan bagi para korban," pungkas jenderal bintang satu tersebut.

Sekadar informasi, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja telah ditangkap tim dari Mabes Polri diduga terkait narkoba dan asusila.

Informasi yang dihimpun, sang Kapolres kini sedang diperiksa di Divisi Propam Mabes Polri.

Kapolres Ngada dikabarkan ditangkap dalam kasus penyalahgunaan narkoba dan asusila pada Kamis 20 Februari 2025. Lebih dari sepuluh hari, polisi tidak membuka kasus itu ke publik. Soal kronologi serta motifnya pun masih ditutup rapat.

”Kami belum tahu. Tunggu hasil pemeriksaan," ujar Kapolda NTT Irjen Pol Daniel Thi Monang Silitonga, Senin (3/3/2025).

Editor : M Mahfud

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut