Skrining universal diharapkan dapat mencegah dampak jangka panjang dari penyakit tiroid yang tidak terdiagnosis, sehingga dapat mengurangi beban kesehatan dan ekonomi bagi individu dan masyarakat.
Urgensi Skrining dan Deteksi Dini untuk Populasi Berisiko Tinggi
Kebijakan skrining untuk bayi baru lahir di Indonesia telah diperkenalkan sejak 2014 dan baru terintegrasi dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada tahun 2023 untuk meningkatkan cakupan skrining. Hasilnya, sebanyak 1,2 juta bayi baru lahir telah menjalani SHK hingga akhir tahun 2023, dan bahkan telah mencapai 1,3 juta bayi hingga Juli 20242.
Bayi baru lahir yang positif menderita hipotiroidisme kongenital dapat menjalani terapi dan pengobatan untuk mengatasi kondisinya sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara normal.
Namun, selain skrining pada bayi baru lahir, deteksi dini pada orang dewasa yang berisiko tinggi khususnya ibu hamil juga diperlukan. Secara ekonomi, skrining pada orang dewasa dan ibu hamil atau biasa disebut skrining universal, terbukti lebih hemat biaya dibandingkan dengan tidak melakukan skrining sama sekali.
Studi pemodelan ekonomi kesehatan tentang efektivitas biaya skrining universal untuk hipotiroidisme pada ibu hamil di Indonesia menyimpulkan bahwa skrining universal lebih hemat biaya daripada skrining berisiko tinggi atau tanpa skrining. Hal ini menghasilkan penghematan biaya sebesar 1,4 triliun Rupiah dibandingkan dengan tanpa skrining dan 801 miliar Rupiah dibandingkan dengan skrining berisiko tinggi.
Dr. dr. Tjokorda Gde Dalem Pamayun, Sp.PD, KEMD, Ketua Umum Indonesian Thyroid Association (InaTA), menjelaskan, “Sebagai perhimpunan para ahli multidisiplin di bidang tiroid, InaTA berkomitmen untuk terus meningkatkan kesadaran akan pentingnya deteksi dini dan pengobatan penyakit tiroid di Indonesia. Kami bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Kesehatan, rumah sakit, dan organisasi medis lainnya, untuk mendorong peningkatan kesehatan tiroid di masyarakat. InaTA mendorong peningkatan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk membentuk kebijakan yang mendukung skrining universal untuk populasi berisiko tinggi, terutama ibu hamil.”
Prof. Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp. A, Subsp. End., FAAP FRCPI (Hon.), Direktur Eksekutif International Pediatric Association (IPA), menyampaikan, “Hipotiroidisme kongenital dapat menyebabkan gangguan perkembangan mental dan fisik yang serius jika tidak terdeteksi sejak dini. Oleh karena itu, program skrining bayi baru lahir adalah kunci untuk penanganan yang efektif. Saat ini, Indonesia tengah mengoptimalkan program nasional SHK pada bayi baru lahir guna mencegah potensi beban keluarga penderita dan negara yang muncul akibat dampak dari disabilitas intelektual permanen.”
Astriani Dwi Aryaningtyas, Pendiri dan Ketua Pita Tosca, menjelaskan, “Hidup berdampingan dengan penyakit tiroid itu tidak mudah, kendati demikian sangat bisa untuk berdaya kembali dengan kondisi yang terkontrol. Merefleksi pengalaman saya sebagai penyintas kanker tiroid, seorang Ibu yang juga memperjuangkan kestabilan kondisi tiroid ketika kehamilan dan kesehatan kelenjar tiroid anak-anak, penyakit tiroid bukanlah akhir segalanya; melainkan living sentence. Apabila penyakit tiroid tidak terdiagnosis dan tidak diobati, maka dapat berdampak buruk pada kualitas hidup seseorang. Hilangnya produktivitas dan meningkatnya biaya pengobatan merupakan beban yang signifikan, terutama bagi mereka yang tidak memiliki akses yang memadai terhadap perawatan kesehatan. Untuk itu, sebagai pasien dan patient advocate, saya berharap skrining pada orang dewasa dapat diinisiasi dan dimasukkan ke dalam cakupan JKN. Sebagai kelompok advokasi pasien, Pita Tosca berkomitmen untuk bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan, termasuk institusi pemerintah, tenaga kesehatan, dan sektor swasta dalam mempromosikan kebijakan kesehatan yang mendukung deteksi dini dan akses terhadap pengobatan bagi pasien tiroid.”
Editor : Mahfud