JAKARTA, iNews Depok.id - Penyakit Tiroid di kawasan Asia Pasifik tercatat memiliki prevalensi lebih tinggi dibanding prevalensi global, dengan 11% populasi orang dewasa menderita hipotiroidisme, sementara prevalensi global berkisar antara 2-4%. Apabila tidak ditangani, maka penyakit tiroid dapat berdampak negatif pada kualitas hidup individu dan memiliki dampak kesehatan, sosial, dan ekonomi yang substansial.
Hal ini menjadi alasan pentingnya untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya deteksi dan skrining dini karena dampaknya yang signifikan terhadap kesehatan, kualitas hidup, dan ekonomi, baik bagi ibu maupun bayi yang baru lahir.
Menyadari hal tersebut, White Paper Tiroid diluncurkan untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai tantangan utama dan kesenjangan kebijakan untuk mengatasi penyakit tiroid di Asia Pasifik.
Wakil Menteri Kesehatan, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD., Ph.D. mengatakan, "Program skrining kesehatan menjadi salah satu tugas yang diberikan oleh Presiden Prabowo saat ini kepada Kementerian Kesehatan, termasuk skrining untuk tiroid. Hingga September 2024, sebanyak 1,7 juta bayi baru lahir telah menjalani skrining hipotiroid kongenital. Skrining ini penting untuk mencegah risiko gangguan tumbuh kembang dan penurunan kecerdasan pada bayi. Oleh karena itu, kami menyambut baik dukungan Merck atas White Paper Tiroid, yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya skrining tiroid. Semoga white paper ini juga bisa turut berkontribusi dalam upaya identifikasi dan literasi yang lebih baik mengenai kelainan tiroid di Indonesia."
Evie Yulin, Presiden Direktur PT Merck Tbk menyampaikan, “Merck mendukung penuh inisiatif untuk meningkatkan kesadaran akan deteksi dan skrining dini. Pada tahun lalu, Merck Indonesia meluncurkan Thyroid RAISE yang bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan InaTA. Program ini berfokus pada peningkatan kemampuan tenaga kesehatan untuk melakukan skrining dan diagnosis gangguan tiroid pada populasi orang dewasa yang berisiko tinggi. Sejak diluncurkan hingga akhir September 2024, program ini telah melatih lebih dari 5.000 tenaga kesehatan profesional dalam melakukan skrining tiroid. Hampir 69.000 pasien telah diskrining secara digital untuk kondisi tiroid yang menggunakan skoring Wayne dan Billewicz, dan lebih dari 27.000 tes TSH telah dilakukan, dengan tingkat konversi 19% atau 5.200 orang yang berpotensi mengalami gangguan tiroid.”
Alexandre de Muralt, Senior Vice President, Merck Healthcare APAC, mengatakan, “Merck mendukung White Paper Tiroid oleh Economist Impact, yang memberikan gambaran menyeluruh mengenai tantangan utama dan kesenjangan kebijakan untuk mengatasi penyakit tiroid di Asia Pasifik. White Paper ini diharapkan dapat mendorong diskusi dan perubahan kebijakan yang berdampak di berbagai negara. Dukungan ini sejalan dengan Manifesto Tiroid Merck, sebuah ajakan untuk bertindak dan merupakan strategi menuju pendekatan yang lebih multidisipliner dalam meningkatkan tingkat pengobatan gangguan tiroid. Manifesto tiroid bertujuan untuk mendiagnosis lebih dari 50 juta orang yang hidup dengan hipotiroidisme pada tahun 2030.”
White Paper “Closing the gap Prioritising thyroid disease in Asia-Pacific"
White Paper “Closing the gap Prioritising thyroid disease in Asia-Pacific” ini disusun untuk meningkatkan kesadaran tentang penyakit tiroid, khususnya hipotiroidisme, serta dampaknya terhadap kesehatan, kualitas hidup, dan ekonomi masyarakat di Indonesia dan kawasan Asia Pasifik.
Dengan menghadirkan data dan hasil riset yang komprehensif, dokumen ini bertujuan untuk memberikan dasar ilmiah bagi pembuat kebijakan dalam memahami pentingnya deteksi dini dan skrining penyakit tiroid, terutama pada kelompok berisiko tinggi seperti ibu hamil dan bayi baru lahir.
Skrining universal diharapkan dapat mencegah dampak jangka panjang dari penyakit tiroid yang tidak terdiagnosis, sehingga dapat mengurangi beban kesehatan dan ekonomi bagi individu dan masyarakat.
Urgensi Skrining dan Deteksi Dini untuk Populasi Berisiko Tinggi
Kebijakan skrining untuk bayi baru lahir di Indonesia telah diperkenalkan sejak 2014 dan baru terintegrasi dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada tahun 2023 untuk meningkatkan cakupan skrining. Hasilnya, sebanyak 1,2 juta bayi baru lahir telah menjalani SHK hingga akhir tahun 2023, dan bahkan telah mencapai 1,3 juta bayi hingga Juli 20242.
Bayi baru lahir yang positif menderita hipotiroidisme kongenital dapat menjalani terapi dan pengobatan untuk mengatasi kondisinya sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara normal.
Namun, selain skrining pada bayi baru lahir, deteksi dini pada orang dewasa yang berisiko tinggi khususnya ibu hamil juga diperlukan. Secara ekonomi, skrining pada orang dewasa dan ibu hamil atau biasa disebut skrining universal, terbukti lebih hemat biaya dibandingkan dengan tidak melakukan skrining sama sekali.
Studi pemodelan ekonomi kesehatan tentang efektivitas biaya skrining universal untuk hipotiroidisme pada ibu hamil di Indonesia menyimpulkan bahwa skrining universal lebih hemat biaya daripada skrining berisiko tinggi atau tanpa skrining. Hal ini menghasilkan penghematan biaya sebesar 1,4 triliun Rupiah dibandingkan dengan tanpa skrining dan 801 miliar Rupiah dibandingkan dengan skrining berisiko tinggi.
Dr. dr. Tjokorda Gde Dalem Pamayun, Sp.PD, KEMD, Ketua Umum Indonesian Thyroid Association (InaTA), menjelaskan, “Sebagai perhimpunan para ahli multidisiplin di bidang tiroid, InaTA berkomitmen untuk terus meningkatkan kesadaran akan pentingnya deteksi dini dan pengobatan penyakit tiroid di Indonesia. Kami bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Kesehatan, rumah sakit, dan organisasi medis lainnya, untuk mendorong peningkatan kesehatan tiroid di masyarakat. InaTA mendorong peningkatan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk membentuk kebijakan yang mendukung skrining universal untuk populasi berisiko tinggi, terutama ibu hamil.”
Prof. Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp. A, Subsp. End., FAAP FRCPI (Hon.), Direktur Eksekutif International Pediatric Association (IPA), menyampaikan, “Hipotiroidisme kongenital dapat menyebabkan gangguan perkembangan mental dan fisik yang serius jika tidak terdeteksi sejak dini. Oleh karena itu, program skrining bayi baru lahir adalah kunci untuk penanganan yang efektif. Saat ini, Indonesia tengah mengoptimalkan program nasional SHK pada bayi baru lahir guna mencegah potensi beban keluarga penderita dan negara yang muncul akibat dampak dari disabilitas intelektual permanen.”
Astriani Dwi Aryaningtyas, Pendiri dan Ketua Pita Tosca, menjelaskan, “Hidup berdampingan dengan penyakit tiroid itu tidak mudah, kendati demikian sangat bisa untuk berdaya kembali dengan kondisi yang terkontrol. Merefleksi pengalaman saya sebagai penyintas kanker tiroid, seorang Ibu yang juga memperjuangkan kestabilan kondisi tiroid ketika kehamilan dan kesehatan kelenjar tiroid anak-anak, penyakit tiroid bukanlah akhir segalanya; melainkan living sentence. Apabila penyakit tiroid tidak terdiagnosis dan tidak diobati, maka dapat berdampak buruk pada kualitas hidup seseorang. Hilangnya produktivitas dan meningkatnya biaya pengobatan merupakan beban yang signifikan, terutama bagi mereka yang tidak memiliki akses yang memadai terhadap perawatan kesehatan. Untuk itu, sebagai pasien dan patient advocate, saya berharap skrining pada orang dewasa dapat diinisiasi dan dimasukkan ke dalam cakupan JKN. Sebagai kelompok advokasi pasien, Pita Tosca berkomitmen untuk bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan, termasuk institusi pemerintah, tenaga kesehatan, dan sektor swasta dalam mempromosikan kebijakan kesehatan yang mendukung deteksi dini dan akses terhadap pengobatan bagi pasien tiroid.”
Editor : M Mahfud