JAKARTA, iNewsDepok.id - Dalam rangka Bulan Kesadaran Migrain dan Sakit Kepala yang jatuh pada bulan Juni, Perhimpunan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia (PERDOSNI), didukung oleh Pfizer Indonesia, mengadakan rangkaian kegiatan sesi edukatif yang berlangsung dari 13 Juni hingga 3 Juli 2024 mendatang guna mengingatkan masyarakat untuk mengatasi penyakit migrain secara serius.
Setelah mengadakan webinar edukatif pertama yang mengangkat “Migrain Bukan Nyeri Kepala Biasa” yang diikuti peserta dari berbagai kalangan, kembali diadakan webinar kedua bertajuk “Mengatasi Mitos Migrain di Tempat Kerja” pada Rabu, 19 Juni 2024.
Migrain merupakan kondisi neurologis yang kompleks dan kelainan paling umum ketiga di dunia, dengan perkiraan prevalensi global sebesar 14,7%. Migrain adalah bagian dari nyeri primer yang berkaitan dengan gangguan fungsional yang substansial, penurunan kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan, dan penyakit penyerta psikososial. Akibatnya, kondisi tersebut seringkali menyebabkan ketidakmampuan bekerja. Hal ini dapat merupakan masalah yang signifikan bagi penderita migrain.
Selain itu, data Badan Kesehatan Dunia menunjukkan secara global, migrain dan gangguan nyeri kepala secara umum memengaruhi sekitar 40% populasi global, atau 3,1 miliar orang pada tahun 2021, dan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria.
dr. Amarudin, selaku Koordinator Substansi Kelembagaan Pelayanan Kesehatan Kerja, Direktorat Bina Kelembagaan K3, Ditjen Binwasnaker dan K3, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI mengatakan, “Dalam rangka peringatan ‘Bulan Kesadaran Migrain dan Sakit Kepala’, Kemnaker menyambut baik upaya PERDOSNI untuk meningkatkan kesadaran tenaga kerja maupun tempat bekerja mengenai migrain, mitos migrain, penanganan penyakit migrain yang tepat, dan pentingnya support group, sehingga pekerja yang memiliki penyakit migrain mendapatkan perawatan yang semestinya. Setiap tenaga kerja memiliki hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Kami berharap webinar ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terkait dengan deteksi dini, tata laksana dan rehabilitasi penyakit migrain dan mendorong pekerja serta dunia usaha untuk mendapatkan dan tercipta iklim kerja yang kondusif dengan meningkatkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja yang komprehensif di tempat kerja.”
Ketua PERDOSNI, Dr. dr. Dodik Tugasworo P, Sp.N. Subsp.NIOO(K), MH menjelaskan, “Melalui sosialisasi tentang mengatasi mitos migrain di tempat kerja, kami berharap pejuang migrain yang mayoritas merupakan tenaga kerja dapat mengatasi migrain secara serius dengan berkonsultasi dengan dokter. Tempat kerja juga diharapkan memahami tantangan yang dihadapi pekerja migrain, dan jika perlu, membentuk support group sebagai dukungan.”
Dalam paparan bertajuk “Bebas Migrain di Dunia Kerja”, Dr. dr. Pepi Budianto, Sp.N(K), FINR, FINA dari PERDOSNI, menjelaskan, “Tempat kerja yang ramah terhadap migrain memudahkan adaptasi penderita migrain terhadap lingkungan dan suasana kerja, tuntutan pekerjaan , emosional, dan sosial, sehingga dapat membantu mengurangi hilangnya produktivitas terkait migrain.”
Dalam paparannya tentang “Mitos dan Fakta tentang Migrain”, dr. RA. Dwi Pujiastuti, M.Ked(Neu), Sp.N. Subs. NN(K), menerangkan beberapa mitos terkait migrain, diantaranya:
Mitos bahwa “Migrain hanyalah sakit kepala yang berat” adalah salah. Faktanya, Migrain merupakan penyakit neurologi dan menyerang seseorang pada masa puncak kehidupannya, antara usia 30 dan 49 tahun. Migrain dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat yang bisa digambarkan sebagai berdenyut atau berdebar, seringkali menyerang dengan gejala terkait sensitivitas terhadap cahaya atau rasa mual.
Mitos bahwa “semua migrain itu sama” adalah salah. Faktanya, setiap orang dapat mengalami spektrum pengalaman migrain yang berbeda. Satu orang mungkin dapat tetap menjalankan aktivitasnya selama terkena serangan, meski tidak dalam kapasitas penuh, sementara penderita lain mendapati bahwa migrain melumpuhkan. Migrain bersifat sedang hingga parah, dan seseorang dapat mengalami migrain parah tanpa mengalami muntah dan sensitivitas terhadap cahaya dan suara.
Mitos bahwa “obat pereda nyeri yang dijual bebas dapat meredakan migrain” adalah salah. Faktanya, obat-obatan tersebut hanya membantu sampai taraf tertentu, dan tidak mengatasi gejala migrain berat atau migrain yang menyerang satu hingga dua kali per minggu. Pola penggunaan obat yang berlebihan dapat membuat migrain semakin parah.
Lebih lanjut dr. RA Dwi Pujiastuti mengingatkan, “Pekerja yang terserang migrain sangat berdampak pada produktivitas kerjanya, oleh sebab itu diagnosis dini migrain menjadi sangat penting agar perawatan yang tepat dapat diberikan untuk membantu menghentikan gejala migrain, dan sekaligus mencegah serangan migrain di kemudian hari.”
Koordinator Bidang III Bidang Kesehatan Srikandi BUMN Indonesia, dr. Sri Hasri Teteki, M.Kes, mengatakan, “Srikandi BUMN Indonesia sangat peduli terhadap kesehatan pekerja perempuan. Kesehatan menjadi faktor utama dalam menjaga produktivitas di perusahaan. Hal ini sejalan dengan tujuan dibentuknya komunitas Srikandi BUMN. Mengingat penyakit migrain lebih banyak menyerang kaum wanita, maka penting bagi pekerja wanita untuk memahami tentang penyakit migrain, jika ada gejala segera melakukan diagnosis dini untuk mengatasi migrain, dan dari sisi tempat bekerja, menjadi penting menciptakan support system di lingkungan kerja yang dapat melindungi pekerja wanita penyandang migrain. Dengan demikian, dampak migrain dapat diminimalisir dan kinerja dapat tetap terjaga.”
Senior Manager Global Policy and Public Affairs Pfizer Indonesia, Khoirul Amin menyampaikan, “Dengan pemahaman yang meningkat tentang migrain serta pemberi kerja dan rekan kerja yang peduli, diharapkan dapat tercipta lingkungan kerja yang aman dan kondusif bagi para penderita migrain di Indonesia ”.
Ketua PERDOSNI, Dr. dr. Dodik Tugasworo P, Sp.N. Subsp.NIOO(K), MH menutup seminar dengan harapan pemahaman masyarakat tentang migrain meningkat, melakukan deteksi dini dengan berkonsultasi dengan dokter untuk perawatan yang tepat, serta terbentuknya “Komunitas Peduli Migrain” sebagai empati dan kepedulian terhadap para pejuang migrain.
Editor : M Mahfud