get app
inews
Aa Read Next : Teguh Onoh Caleg Perindo Dapil BCL Usung Perubahan untuk Pacu Kemajuan Kota Depok

Krisis Iklim 2023 Masih Mengancam Dunia, Dunia Memanas dan Air Mengganas

Minggu, 28 April 2024 | 05:12 WIB
header img
Ilustrasi Krisis Iklim (Foto : ilustrasi)

DEPOK, iNews Depok.id - Badan Meteorologi Dunia (WMO) menyatakan bahwa tahun 2023 menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat di planet ini.

Suhu rata-rata permukaan bumi dan lautan pada tahun 2023 adalah 2,12 derajat F (1,18 derajat C) di atas abad ke-20 dan menjadi suhu global tertinggi sepanjang tahun dalam catatan iklim NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) tahun 1850-2023. Suhu ini juga mengalahkan tahun terpanas berikutnya, 2016, dengan selisih rekor 0,27 derajat F (0,15 derajat C).

Melansir dari @greenpeaceid, terjadinya cuaca ekstrem di berbagai wilayah di dunia, termasuk hujan lebat dan siklon tropis, sebelumnya telah diperingatkan telah meningkat secara intensitas dan frekuensinya akibat krisis iklim dalam laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change).

Situasi ini mengancam Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat rentan terhadap dampak krisis iklim, terutama bencana banjir dan panas ekstrem. Sepanjang 2023 telah terjadi 1.168 banjir dan 1.155 cuaca ekstrem di seluruh Indonesia. 

Nyatanya bukan hanya di Indonesia, banyak negara juga merasakan dampak dari krisis iklim ini.

Baru-baru ini terjadi banjir besar yang melanda Provinsi Guangdong, China akibat hujan lebat selama beberapa hari. Setidaknya sekitar 60.000 warga harus mengungsi.

"Hal ini dipicu oleh efek El Nino yang berkepanjangan dan sistem tekanan tinggi subtropis yang sangat kuat. Ini bukan banjir pertama dalam satu abad yang terjadi di Guangdong dalam beberapa tahun terakhir. Konsensus ilmiah menunjukkan bahwa risiko iklim akibat curah hujan ekstrem meningkat pesat," ujar Li Zhao, juru kampanye iklim dan energi Green Peace Asia Timur.

Selain di China, curah hujan tinggi juga melanda Pakistan dan Afghanistan, bahkan tingginya curah hujan terjadi pada musim yang tidak seharusnya terjadi hujan. Hal ini mmengakibatkan banjir di kedua negara tersebut.

Banjir di Afghanistan terjadi pada 23 provinsi yang berdampak pada 1.200 keluarga serta merusak setidaknya 1.000 rumah. Sementara banjir di Pakistan menyebabkan 170 rumah hancur total dan lebih dari 1.250 rumah mengalami kerusakan.

Sementara di Indonesia sendiri, khususnya di Kabupaten Demak, cuaca ekstrem juga melanda pada Maret lalu, hujan ekstrem selama 10 hari mengakibatkan banjir yang berimbas terhadap lebih dari 95.000 orang terdampak dan 25.000 orang mengungsi.

Banjir tersebut juga melumpuhkan jalur Pantura ruas Demak - Kudus akibat ketinggian air yang mencapai 1,5 meter.

"Apa yang terjadi selama 10 hari didera hujan deras secara intensif, itulah yang menyebabkan kawasan pesisir bisa hancur. Semua kota-kota pesisir bisa terancam ketika badai meningkat," ujar Erma Yulihastin, peneliti Klimatologi BRIN.

Krisis iklim berdampak kepada siapa saja dan di mana saja, Dubai yang dikenal sebagai kota maju dengan teknologi yang mutakhir pun harus tunduk di hadapan anomali cuaca akibat krisis iklim.

Tidak ada pilihan selain beraksi untuk mengurangi dampak krisis iklim dengan beralih ke energi terbarukan bukan justru terus memperparah kerusakan yang menyebabkan krisis iklim semakin ganas.

Jika situasi ini tidak segera diatasi, maka bukan tidak mungkin, kita dan sekeliling kita bisa segera merakasan dampaknya.

Editor : Mahfud

Follow Berita iNews Depok di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut