Hal senada diungkapkan Syawaludin, warga Dusun Beran, Wadas. “Bahkan ada kejadian mesin motor diisi dengan garam dan pasir. Ini terkait pihak kontra dan pro,” jelas Syawaludin.
Kekacauan tersebut tidak hanya berlangsung berhari-hari tetapi sudah bertahun-tahun. “Perpecahan ini mulai berlangsung dari tahun 2016 hingga sekarang ini, berarti sudah lima tahun,” ungkap Syawaludin.
Pernyataan Wagimin dan Syawaludin dibenarkan Emha Saiful Mujab, tokoh masyarakat Kecamatan Bener yang aktif di Desa Wadas. Emha Saiful Mujab adalah Koordinator Mata Dewa (Komunitas Masyarakat Terdampak Desa Wadas).
“Padahal tadinya Warga Wadas adalah warga yang sangat ramah dan guyub rukun,” ujar Emha Saiful Mujab yang akrab disapa Gus Ipul.
Menurut Gus Ipul, 100 persen warga Wadas adalah kaum nahdliyin alias warga NU. Sebagaimana kaum nahdliyin, mereka gemar silaturahmi dengan bersama-sama mengikuti kegiatan keagamaan, sosial dan budaya.
“Ini sungguh berbahaya dan harus dicarikan jalan keluarnya. Perlu digagas untuk mempertemukan pihak pro dan kontra agar kehidupan kemasyarakatan warga Wadas kembali normal seperti semula,” tutur Gus Ipul.
Gus Ipul bahkan menyoroti kekacauan bahkan terjadi hingga di tingkat keluarga hanya karena beda pandangan. “Ada seorang ibu tidak mendatangi hajatan anaknya gara-gara beda pandangan tentang penambangan batu andesit. Benar-benar parah kerusakan sosial di Desa Wadas,” tambah Gus Ipul.
Sementara itu Amat Marlan, warga Dusun Beran, Wadas yang juga anggota Banser NU Kecamatan Bener mengharapkan tokoh NU untuk turun ke Desa Wadas. Tujuannya untuk mendamaikan dan mempersatukan lagi warga Desa Wadas yang 100 persen adalah warga nahdliyin.
“Tolong tokoh-tokoh NU datang secepat mungkin ke sini. Kami ingin kedamaian kembali di Desa Wadas. Sungguh sangat tidak nyaman hidup bertetangga tidak saling sapa selama bertahun-tahun,” pinta Amat Marlan.
Editor : M Mahfud