KEBUMEN, iNewsDepok.id - Fenomena Kristen dan Muhammadiyah atau KrisMuha akhir-akhir ini menjadi pembicaraan banyak kalangan. Banyak yang beranggapan KrisMuha merupakan dua keyakinan yang menjadi satu, padahal hal itu sama sekali tidak benar.
Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menanggapi ramainya perbincangan tentang istilah Kristen Muhammadiyah. Ia menegaskan bahwa KrisMuha merupakan varian sosiologis, bukan teologis, yang lebih condong ke kehidupan toleransi kerukunan hidup sosial beragama.
Mu'ti menjelaskan, istilah ini merujuk pada kedekatan antara warga Kristen dengan gerakan Muhammadiyah, bukan penggabungan akidah Muhammadiyah dengan Kristen.
“Kristen Muhammadiyah merupakan varian sosiologis yang menggambarkan para pemeluk Agama Kristen/Katolik yang bersimpati dan memiliki kedekatan dengan Muhammadiyah,” ucap Mu’ti, dalam keterangan tertulisnya, seperti dikutip, Selasa (30/5/2023).
Mu’ti menjelaskan bahwa KrisMuha bukanlah anggota resmi Muhammadiyah. Mereka tetap berpegang teguh pada nilai-nilai dan keyakinan Kristen dan Islam.
Dengan demikian, varian KrisMuha sesungguhnya bukanlah penggabungan teologis antara Muhammadiyah dan Kristen, melainkan simpatisan Muhammadiyah yang beragama Kristen.
“Mereka bukan anggota Muhammadiyah. Mereka tetap sebagai pemeluk Agama Kristen/Katolik yang teguh menjalankan ajaran agamanya. Kristen Muhammadiyah bukanlah sinkretisme agama dimana seseorang mencampuradukkan ajaran Kristen/Katolik dengan Islam (Muhammadiyah),” tegas Mu’ti.
Menurut Mu’ti, kedekatan dan simpati kepada Muhammadiyah karena pengalaman berinteraksi dengan warga dan pemahaman atas Muhammadiyah selama belajar di sekolah/lembaga pendidikan Muhammadiyah.
Hingga saat ini, lembaga sosial kemasyarakatan Muhammadiyah telah menyentuh area di mana Islam menjadi minoritas.
KrisMuha menunjukkan peranan pendidikan Muhammadiyah dalam membangun kerukunan antar umat beragama dan persatuan bangsa.
“Mereka tetap teguh menjadi pemeluk Kristen/Katolik karena selama belajar di sekolah/lembaga pendidikan Muhammadiyah mendapatkan pendidikan Agama Kristen/Katolik yang diajarkan oleh pendidik Agama Kristen/Katolik sebagaimana diatur UU nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,” ujar Mu'ti.
Seperti diketahui, dilansir dari situs resmi PP Muhammadiyah, sejarah peran Muhammadiyah di bidang pendidikan sepertinya tidak perlu dipertanyakan lagi. Dengan ribuan lembaga pendidikan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, membuktikan Muhammadiyah berperan nyata dalam dunia pendidikan.
Tidak jarang, Muhammadiyah tetap membangun pendidikan di wilayah atau daerah yang notabenenya mayoritas non-Muslim.
Muhammadiyah sendiri didirikan oleh Muhammad Darwis atau lebih dikenal dengan KH. Ahmad Dahlan, salah satu tujuannya yakni untuk memurnikan ajaran Islam dengan mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Gerakan Pendidikan Muhammadiyah dalam perkembangannya mengalami dinamika, seperti masa perintisan (1900-1923), masa pengembangan (1923-1970), masa pelembagaan (1970-1998), dan masa transformasi (1998-Sekarang).
Perintisan adalah masa di mana KH. Ahmad Dahlan berusaha mencari konsepsi baru sistem pendidikan alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan kehidupan kaum pribumi seperti kebodohan, masalah sosial ekonomi, dan kemunduran.
Tanggal 1 Desember 1911 merupakan tonggak awal berdiri sekolah Muhammadiyah. Saat itu, KH. Ahmad Dahlan merintis dan membuka Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah di ruang tamu rumah miliknya di Kauman, Yogyakarta.
Editor : M Mahfud