JAKARTA, iNewsDepok.id - Menteri Pertahanan Ukraina, Oleksii Reznikov, menuding pasukan Rusia melakukan eksploitasi terhadap anak-anak Ukraina. Tindakan eksploitasi anak yang disebutnya meliputi membunuh, melukai, memaksa memberikan informasi tentang lokasi objek penting yang strategis melalui gim seluler, hingga pelecehan seksual.
Tudingan itu telah disampaikan oleh Reznikov melalui sejumlah cuitan di halaman Twitter resminya sejak Minggu (8/1/2023). Ia menyerukan agar Federasi Rusia diadili atas perbuatannya.
“Demikian beberapa jenis pelanggaran serius terhadap anak dalam konflik bersenjata yang tercantum dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB 1261 (1999). Rusia telah melakukan semuanya. Kita harus mengingat ini dan menghukum kejahatan,” katanya.
Menilik ke belakang, laporan pertama mengenai deportase paksa terhadap anak-anak Ukraina ke wilayah yang diduduki oleh Rusia atau langsung ke Federasi Rusia dikeluarkan oleh Kedutaan Besar AS di Kiev pada 22 Maret 2022 lalu, atau tepatnya di tengah Pertempuran Mariupol.
“Menurut Kementerian Luar Negeri Ukraina, pasukan Rusia secara ilegal memindahkan 2.389 anak Ukraina dari Donetsk dan Luhanks oblast ke Rusia. Ini bukan bantuan. Ini adalah penculikan,” tulis kantor Kedutaan Besar AS di Kiev dalam cuitannya di Twitter.
PBB sendiri baru menyorot dugaan kasus eksploitasi anak Ukraina ini pada September 2022. Ilze Brands Kehris, asisten sekretaris jenderal PBB untuk hak asasi manusia. mengatakan ada tuduhan yang dapat dipercaya bahwa pasukan Rusia telah mengirim anak-anak Ukraina ke Rusia untuk diadopsi sebagai bagian dari program relokasi dan deportasi paksa skala besar.
Ia menyebut tindakan deportasi paksa tersebut tidak mencakup langkah-langkah untuk reunifikasi keluarga atau dengan cara lain memastikan penghormatan terhadap prinsip kepentingan terbaik dari anak.
Kehris lebih lanjut menyampaikan keprihatinannya mengenai penggeledahan tubuh yang diterapkan kepada anak-anak Ukraina selama prosedur penyaringan oleh pihak Rusia.
“Dalam kasus yang telah didokumentasikan oleh kantor kami, selama 'penyaringan', angkatan bersenjata Rusia dan kelompok bersenjata yang berafiliasi telah melakukan penggeledahan tubuh, terkadang melibatkan ketelanjangan paksa, dan interogasi mendetail tentang latar belakang pribadi, ikatan keluarga, pandangan politik, dan kesetiaan individu,” katanya pada Rabu (7/9/2022) dalam Rapat Terbuka Dewan Keamanan tentang Ukraina.
Jika dugaan ini benar, maka Rusia telah melanggar Pasal 50 Konvensi Jenewa Keempat yang melarang Kekuasaan Pendudukan mengubah status pribadi anak-anak, atau memasukkan mereka ke dalam formasi atau organisasi yang berada di bawahnya.
Pada 30 Mei 2022, Vladimir Putin menandatangani dekrit yang merampingkan proses pemberian kewarganegaraan Rusia kepada anak yatim piatu Ukraina atau mereka yang tidak memiliki pengasuhan orang tua.
Otoritas Ukraina mengklaim keputusan Putin tersebut adalah cara melegalkan penculikan anak-anak dari wilayah Ukraina. Mereka menyatakan tindakan tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Orang Sipil di Masa Perang, dan Konvensi PBB 1989 tentang Hak Anak.
Editor : M Mahfud