Menurut National Science Foundation, protein antibeku pertama kali ditemukan pada beberapa ikan Antartika hampir 50 tahun yang lalu. Tidak seperti spesies reptil dan serangga berdarah dingin tertentu, ikan tidak dapat bertahan hidup ketika cairan tubuh mereka membeku.
“Fakta bahwa protein antibeku yang berbeda ini telah berevolusi secara independen di sejumlah garis keturunan ikan yang berbeda - dan tidak terkait erat - menunjukkan betapa pentingnya mereka bagi kelangsungan hidup organisme ini di habitat ekstrem ini,” ujar John Sparks, kurator di Departemen Ichthyology AMNH.
Ikan Arktik juga jarang menunjukkan biofluoresensi, yaitu kemampuan untuk mengubah cahaya biru menjadi cahaya hijau, merah atau kuning, karena ada periode kegelapan yang berkepanjangan, terutama di musim dingin, di kutub. Biasanya karakteristik ini ditemukan pada ikan yang berenang di perairan yang lebih hangat.
Penemuan snailfish ini merupakan kasus pertama yang dilaporkan dari spesies ikan Arktik yang menunjukkan adaptasi ini. Para ilmuwan lebih lanjut memeriksa sifat biofluoresen dari ikan siput dan menemukan dua jenis keluarga gen yang berbeda mengkode protein antibeku.
Tingkat produksi antibeku yang membingungkan ini dapat membantu spesies snailfish beradaptasi dengan lingkungan di bawah nol. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana ikan siput akan hidup karena suhu laut meningkat sebagai akibat dari pemanasan global.
Sparks mengungkapkan air yang memanas dengan cepat di Kutub Utara, spesies yang beradaptasi dengan air dingin ini juga harus bersaing dengan spesies air hangat yang sekarang dapat bermigrasi ke utara dan bertahan hidup di garis lintang yang lebih tinggi.
“Di masa depan, protein [antibeku] mungkin tidak lagi memberikan keuntungan,” kata Sparks.
Editor : Kartika Indah Kusumawardhani