Dhaka, iNews.id - Sebanyak 20 mahasiswa Bangladesh University of Engineering and Technology (BUET) divonis hukum mati dengan cara digantung, dan lima lainnya dihukum seumur hidup karena membunuh rekan sekampus mereka secara brutal dan sadis pada 7 Oktober 2019.
Rekan sekampus mereka, Abrar Fahad (21), dibunuh karena mengkritisi pemerintah melalui akun Facebook-nya, dan postingan itu viral.
Seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat (10/12/2021), berdasarkan rekaman CCTV BUET yang menjadi salah satu barang bukti di persidangan, terlihat kalau sebelum dianiaya beramai-ramai hingga tewas, Fahad dibawa ke sebuah ruangan melalui koridor kampus.
Sebelum dipukuli, Fahad terlebih dahulu diinterogasi terkait postingannya di Facebook, karena dalam postingannya itu, Fahad yang baru memasuki tahun kedua kuliah di BUET mengatakan bahwa pemerintah Bangladesh telah membuat kesalahan dengan menandatangani perjanjian yang memungkinkan India mengambil air dari sungai yang terletak di perbatasan kedua negara.
Menurut Al Jazeera, ke-25 mahasiswa itu tidak menyukai postingan Fahad karena mereka merupakan anggota Liga Chhatra, organisasi sayap mahasiswa di BUET yang berafiliasi dengan Partai Liga Awami, partai yang berkuasa di Bangladeh.
"Saat dianiaya, Fahad tak hanya dipukuli dengan tangan kosong, tapi juga dengan tongkat cricket dan benda tumpul lainnya. Penganiayaan itu berlangsung selama sekitar enam jam. Setelah Fahad tewas, jasadnya dijatuhkan dari tangga asrama universitas," kata Al Jazeera.
Pembunuhan Fahad itu sempat memicu protes mahasiswa BUET yang lain, dan meluas ke kampus-kampus lain di Bangladesh. Ribuan dari mereka juga turun ke jalan-jalan di seluruh negara itu untuk mengecam perbuatan para pelaku dan menuntut keadilan bagi Fafad.
Amar putusan untuk ke-25 pembunuh itu dibacakan Pangadilan Bangladesh pada Rabu (8/12/2021) waktu setempat.
"Pengadilan telah memberi mereka hukuman tertinggi, sehingga diharapkan insiden mengerikan seperti itu tidak terjadi lagi," kata Hakim Abu Zafar Md Kamruzzaman dari Dhaka Speedy Trial Tribunal-1.
Ia bahkan mengatakan bahwa pengadilan sama sekali tidak ragu untuk menggunakan pedang keadilan dengan sangat keras, karena beratnya pelanggaran yang dilakukan ke-25 mahasiswa itu.
Ayah Fahad, Barkat Ullah, mengatakan kepada wartawan di luar gedung pengadilan bahwa dia “senang” pada putusan tersebut.
“Saya tidak akan mendapatkan kembali putra saya, tetapi putusan ini setidaknya merupakan semacam penghiburan bagi keluarga kami,” katanya.
Ia bahkan berharap ke-20 mahasiswa yang dihukum mati dengan cara digantung, segera dieksekusi.
Salah satu pengacara ke-25 mahasiswa itu, Faruk Ahmed, kepada Al Jazeera mengatakan bahwa dia akan mengajukan banding. (mmn)
Editor : Rohman