Ia menilai, penetapan Bharada E sebagai tersangka bukanlah suatu kejutan, karena dari awal pun polisi telah menempatkan Bharada E sebagai orang yang menewaskan Brigadir J.
"Yang juga diharapkan masyarakat adalah apakah mungkin seorang bhayangkara dua dengan pangkat cukup rendah (seperti Bharada E) berani menembak seorang brigadir satu atau Brigadir? Aapalagi karena Brigadir J (merupakan) ajudan (Irjen Ferdy) yang cukup lama seperti ajudan bernama Raden Miftahul Haq, sementara Bharada E baru beberapa bulan menjadi ajudan, sehingga rasanya tidak mungkin berani melakukan itu," sambung Usman.
Ia membenarkan kalau pengenaan pasal 338, 55 dan 56 KUHP terhadap Bharada E mengindikasikan kalau adanya otak di balik pembunuhan Brigadir J. Apalagi karena telah terungkap kalau Brigadir J tidak hanya tewas akibat penggunaan senjata api dan peluru, tetapi juga menggunakan kekerasan lain.
"Kalau polisi bisa membuktikan, kita akan mengerti (tentang) luka-luka di tubuh korban, seperti di leher, mata, hidung, belakang telinga, tangan, di kaki ..Ini akan membutuhkan perkembangan lebih lanjut siapa yang menyuruh dan siapa saja yang membantu (Bharada E dalam membunuh Brigadir J)," jelas Usman.
Soal apakah dalam perkembangannya nanti kasus ini dapat ditingkatkan menjadi kasus pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP) sebagaiman yang disuga pengacara keluarga Brigadir J dan dilaporkan ke Bareskrim Polri pada 18 Juli 2022, Usman mengatakan tergantung pada alat bukti yang ditemukan penyidik Polri yang dapat menjelaskan apakah sebelum Brigadir J tewas pada 8 Juli 2022 ada tindakan-tindakan yang mendahului dan terkait dengan kasus itu ataukah tidak.
"Kalau itu ada, bisa didorong ke pembunuhan berencana, tetapi polisi sepertinya membatasi kasus ini pada pasal 338," katanya.
Tentang motif pembunuhan ini, Usman menjelaskan bahwa yang memiliki motif tersebut adalah yang menyuruh pembunuhan itu atau otaknya.
Editor : Rohman