Urgensi Adopsi dan Regulasi AI: Pemerintah Didesak Segera Susun UU Kecerdasan Buatan

Vitrianda
ko Prastowo (EP), Direktur eLaw Institute, saat menjadi narasumber utama dalam acara "Optimalisasi Kinerja Ombudsman RI Melalui Integrasi Artificial Intelligence" pada Senin (15/12/2025). Foto: Ist

JAKARTA, iNewsDepok.id - Tuntutan publik terhadap pelayanan yang cepat dan transparan membuat integrasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI) dalam tata kelola pemerintahan bukan lagi pilihan, melainkan suatu kebutuhan yang mendesak.

Penegasan ini disampaikan oleh Eko Prastowo (EP), Direktur eLaw Institute, saat menjadi narasumber utama dalam acara "Optimalisasi Kinerja Ombudsman RI Melalui Integrasi Artificial Intelligence" pada Senin (15/12/2025).

"Pemerintah dan lembaga negara harus berani melakukan lompatan teknologi. Adopsi AI mutlak diperlukan untuk meningkatkan kinerja dan efisiensi layanan publik. Kita harus mampu mengoptimalkan teknologi untuk kemajuan Indonesia," tegas Eko Prastowo di Kantor Ombudsman RI, Jakarta.

Kekosongan Hukum dan RUU Kecerdasan Buatan

Di sisi lain, Eko menyoroti adanya kekosongan hukum yang serius. Menurutnya, Pemerintah dan DPR harus segera menyusun Undang-Undang tentang AI serta menerbitkan pedoman teknis pemanfaatan AI. Tujuannya jelas: menjamin kepastian hukum dan aspek etika dalam penggunaan teknologi tersebut.

"Saya juga sedang menyusun usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kecerdasan Buatan. Kita butuh landasan yang kuat agar teknologi AI menjadi alat bantu yang akuntabel, bukan sekadar tren tanpa aturan," ungkap Eko Prastowo, yang juga menjabat Sekjen Pergerakan Advokat.

Tantangan Ombudsman: Lonjakan Laporan Melampaui SDM

Kepala Keasistenan Utama II Ombudsman RI, Siti Uswatun Hasanah, menyambut baik inisiatif integrasi teknologi ini. Ia mengakui bahwa Ombudsman, sebagai lembaga pengawas pelayanan publik, menghadapi tantangan besar karena adanya kesenjangan antara jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) dan beban kerja yang terus meningkat.

Mengacu pada data internal, Siti mengungkapkan bahwa laporan masyarakat telah melonjak drastis hingga mencapai 10.837 laporan pada tahun 2024.

"Kenaikan ini mencerminkan tingginya ekspektasi publik, namun di sisi lain memberikan tekanan berat pada kapasitas operasional kami. Metode kerja manual berisiko menimbulkan penumpukan berkas dan perlambatan respons," ujar Siti.

Menurutnya, transformasi digital dan pemanfaatan AI merupakan langkah strategis yang sejalan dengan mandat Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) untuk memastikan efisiensi dan transparansi kinerja di tengah keterbatasan sumber daya.

Konsep 'Kendali Manusia' dalam AI Pemerintahan

Dalam pelatihan tersebut, Eko Prastowo juga memperkenalkan modul AI yang berpegangan pada konsep "Strategi Efisiensi Pemeriksaan Berbasis Kendali Manusia". Ia menekankan bahwa AI di lingkungan pemerintahan hanya boleh diposisikan sebagai alat bantu (decision support system), bukan sebagai pengambil keputusan (decision maker).

"AI kita gunakan untuk pekerjaan repetitif seperti pemilahan data (triage) dan analisis dokumen, namun keputusan akhir dan rasa keadilan tetap mutlak berada di tangan manusia. Inilah model integrasi yang paling aman dan etis untuk sektor publik," pungkasnya, memastikan bahwa teknologi tetap berada di bawah kontrol etis.

Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network