Tradisi-tradisi Masyarakat Betawi Sambut Ramadan

Tim inews
Ilustrasi Tradisi Nyorog, salah satu tradisi Betawi sambut Ramadan. Foto: Sindonews

DEPOK, iNews.id - Menjelang masuknya bulan suci Ramadan, masyarakat di berbagai daerah di Indonesia memiliki tradisi untuk menyambut Ramadan. Tidak terkecuali masyarakat Betawi, etnis asli masyarakat Jakarta.

Masyarakat Betawi memiliki tradisi turun-temurun untuk merayakan datangnya bulan penuh berkah ini. Tradisi masyarakat Betawi menyambut Ramadan, antara lain tradisi Nyorog, tradisi Nyekar, tradisi Ruwahan, dan tradisi Merang.

BACA JUGA:

Sudut Erick Thohir, Jadi Spot Viral Baru di Sarinah

Berikut penjelasannya tradisi-tradisi masyarakat Betawi menjelang Ramadan:

  1. Tradisi Nyorog. 

Mengutip situs Dinas Kebudayaan Jakarta, tradisi Nyorog adalah tradisi berbagi bingkisan makanan ke keluarga dan sanak-saudara yang tinggal berjauhan. Tradisi ini biasanya dilakukan anak muda ke orangtua, terutama bagi pasangan yang baru menikah.

Bingkisan yang dibawa berupa kue-kue atau sembako dan daging kerbau. Bisa juga memberikan makanan khas Betawi yang dibawa dalam tentengan rantang.

Tradisi nyorog diperkenalkan oleh para wali yang menyebarkan agama Islam di tanah Sunda Kelapa tahun 1800-an. Maksud dari budaya ini adalah untuk mempererat ikatan antara orang tua dan anak serta sebagai simbol penghormatan kepada mereka yang lebih tua.

Tradisi Nyorog juga dilakukan ketika menyambut Idul Fitri atau Lebaran. Nyorog juga dilaksanakan saat prosesi upacara pernikahan. Pihak keluarga laki-laki akan mendatangi keluarga pihak perempuan membawa sorogan atau bingkisan makanan.

BACA JUGA:

Perjalanan Hidup Dato Sri Tahir, dari Keluarga Tidak Mampu hingga Sukses Jadi Bos Mayapada Group

  1. Tradisi Nyekar.

Tidak hanya Betawi, tapi sebagian besar masyarakat Nusantara melestarikan budaya nyekar. Tradisi nyekar merupakan ziarah ke makam saudara atau keluarga mereka yang sudah wafat, mendoakan mereka supaya diampuni dosanya dan amalnya diterima di sisi-Nya.

Para peziarah membacakan Al-Fatihah dan Yasin di depan pusara. Selain itu, mereka datang membawa bunga seperti melati, mawar, minyak wangi, dan air mawar untuk ditaburkan ke tanah makam.

  1. Tradisi Ruwahan

Mendekati bulan Ramadhan, pada akhir bulan Syaban, masyarakat Betawi menggelar tradisi Ruwahan. Kata ruwahan diambil dari kata “arwah” atau roh leluhur. Mereka percaya bahwa para arwah leluhur akan datang menjelang bulan puasa untuk menengok keluarganya.

Jadi masyarakat Betawi mengundang sanak saudara, keluarga, tetangga, dan pemuka agama untuk melaksanakan pengajian dan tahlil, bersamaan dengan makan bersama.

Makanan khas Betawi pun disuguhkan, seperti ketupat sayur, semur, asinan, dan kue-kue kecil. Tradisi ruwahan juga bisa dilakukan di malam takbiran jelang Idul Fitri.

BACA JUGA:

Perjuangan Rudy Hadisuwarno dari Nol hingga Sukses Sebagai Maestro Hairstylist Indonesia

  1. Tradisi Merang

Tradisi Merang sudah ada sejak tahun 1950-an. Warga akan memadati bantaran sungai tiap menjelang puasa Ramadhan untuk keramas massal menggunakan merang.

Merang merupakan bekas tangkai padi kering yang dibakar, lalu direndam. Merang tersebut digunakan sebagai pengganti sabun dan sampo.

Tradisi Merang dilakukan oleh berbagai kalangan dan usia, mulai dari anak-anak hingga lansia. Mandi merang dimaksudkan untuk membersihkan diri dan “hati”.

Seiring zaman, banyak warga yang meninggalkan tradisi ini. Namun, masyarakat Betawi di sekitar Sungai Cisadane, Tangerang, masih melaksanakan tradisi ini hingga sekarang.

Editor : Kartika Indah Kusumawardhani

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network