Ponpes Daarul Rahman 3 juga membekali ketrampilan teknis sebagai bekal santrinya mencari nafkah.
Sedang untuk ketrampilan berpidato, bahasa Arab dan bahasa Inggris menjadi menu harian. "Santri-santri kita banyak yang meneruskan kuliah di Timur Tengah, Amerika, Eropa dan China, kebanyakan dapat beasiswa," ungkap Hj Qonita.
Saking banyak santri yang sudah lulus, Hj. Qonita mengungkapkan sering lupa saat bertemu dengan seorang tokoh yang ternyata dulunya santrinya sendiri.
"Pernah suatu ketika saya ikut hadir dalam ceramah seorang ustadz. Eh, tiba-tiba nama saya disebut sang ustadz sebagai ibunya. Ternyata dulu santri kita," kekeh Hj. Qonita.
Sebagai pesantren modern, Hj Qonita mengarahkan para santri untuk berprofesi sesuai bakat dan minat sehingga bisa optimal. Tak heran, selain sebagian menjadi pendakwah, sebagian besar lainnya menjalani berbagai profesi lain seperti dokter, anggota TNI, Polisi, pedagang, pengacara, politisi dan profesi lainnya.
Mengenai posisinya sebagai wanita yang memimpin pesantren, sesuatu yang jarang terjadi di Indonesia, Qonita menyebut semuanya mengalir dan tak ada yang dipaksakan.
"Saya meneruskan amanah bapak untuk mendidik generasi penerus dengan pendidikan agama dan iptek yang terjangkau dan berkualitas untuk masyarakat menengah bawah, pesantren ini perwujudan amanah itu," pungkas Hj. Qonita.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait
