Pada kesempatan yang sama, Head of Investment Capital Asset Management, Wisnu Karto mengatakan, selain likuiditas yang tinggi, keunggulan Capital Optimal Cash lain adalah kemudahan akses investasi melalui NAVI, pengelolaan oleh profesional, dan imbal hasil optimal.
“Selama setahun terakhir, imbal hasil atau return Capital Optimal Cash mencapai 4,36%, di atas deposito perbankan acuan 3,25%,” ucap Wisnu.
Saat ini, pasar modal Indonesia mengalami tekanan signifikan selama kuartal pertama 2025. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada level 6.510 pada 27 Maret 2025, tepat sebelum libur panjang Lebaran, melemah sekitar 8% dibandingkan akhir 2024.
Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto mencatat di sepanjang kuartal pertama, arus dana asing keluar (foreign outflow) mencapai Rp30,3 triliun (US$1,8 miliar) dari pasar saham. Tekanan ini berlanjut di bulan April, dimana foreign outflow meningkat signifikan menjadi Rp15,5 triliun (US$927 juta) di pasar saham dan pasar obligasi.
“Kondisi tersebut mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap tantangan ekonomi global dan domestik,” kata Rully.
Instrumen SRBI (Sertifikat Rupiah Bank Indonesia) juga mengalami tekanan jual dari investor asing. Berdasarkan data BI periode 8–10 April 2025, terjadi arus keluar sebesar Rp10,5 triliun hanya dalam tiga hari perdagangan instrument bank sentral tersebut.
“Prospek pertumbuhan negara berkembang Asia diperkirakan stagnan hingga 2026, terutama karena perlambatan ekonomi di Tiongkok dan AS yang diperburuk oleh meningkatnya tensi perang dagang. Sementara di dalam negeri, investor masih meragukan pencapaian target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%,” pungkas Rully.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait
