Soal Wacana Penundaan Pemilu, Lieus: Elit Penguasa Berhentilah Bohongi Publik

Tim iNews
Lieus Sungkharisma. Foto: Tangkapan layar YouTube

JAKARTA, iNews.id - Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak), Lieus Sungkharisma, menilai, wacana penundaan Pemilu 2024 yang dilontarkan sejumlah elit politik, dan berujung pada munculnya klaim Big Data dari Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, semakin membuat banyak pihak curiga adanya agenda terselubung dari elit penguasa untuk terus mempertahankan kekuasaannya, meski dengan melanggar undang-undang dan konstitusi negara.

Menurut Lieus, apa yang diungkapkan Luhut soal data 110 juta nitizen yang menginginkan Pemilu ditunda, sehingga masa jabatan presiden diperpanjang, tidak lepas dari rangkaian pernyataan sebelumnya oleh sejumlah elit politik yang ingin Pemilu ditunda.

“Para elit politik itu sebenarnya tahu bahwa gagasan penundaan Pemilu tidak konstitusional dan melanggar undang-undang, tapi demi memenuhi ambisi pribadi untuk terus berkuasa, mereka tak peduli lagi soal itu,” katanya melalui siaran tertulis, Kamis (17/3/2022). 

Luhut sendiri, tambah Lieus, demi menguatkan ambisi untuk terus berkuasa itu, kemudian melontarkan pernyataan yang katanya memiliki data tentang 110 juta nitizen yang menghendaki Pemilu ditunda dan jabatan presiden diperpanjang.

“Para elit penguasa itu sedang main pingpong, saling lempar bola. Saya minta janganlah terus membohongi rakyat. Para elit politik, berhentilah membohongi publik,” tegas Lieus.

Aktivis Tionghoa yang pernah dijerat kasus makar ini menilai, para elit politik saat ini sedang mempermainkan perasaan rakyat.

“Lihat saja, Luhut mengaku punya data, tapi ketika diminta membukanya, dia menolak. Ini kan pembohongan namanya. Kalau benar, yang namanya data, itu kan hak publik, ya buka saj, tapi kenapa Luhut keberatan?” tanya Lieus.

Seperti diketahui, dalam video yang diunggah di akun YouTube Deddy Corbuzieri pada 11 Maret 2022, Luhut mengatakan kalau ada 110 juta percakapan di media sosial yang mayoritas mendukung penundaan Pemilu, dan netizen yang mendukung tersebut merupakan pemilih Gerindra, Demokrat, PDIP, Golkar dan PKB.

Pernyataan Luhut ini kemudian dibantah CEO Drone Emprit Ismail Fahmi. Kata dia, jumlah netizen yang membicarakan penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden hanya 10.000 orang. Dia pun mempertanyakan, data Luhut bersumber darimana?

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti bahkan blak-blakan mengatakan kalau data Luhut itu tidak dapat dibenarkan.

"Berdasarkan analisa big data yang kami miliki, percakapan tentang Pemilu 2024 di platform paling besar di Indonesia, yaitu Instagram, YouTube dan TikTok tidak sampai 1 juta orang," katanya.

Kemudian, ketika dalam satu acara di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, wartawan meminta Luhut membuka data itu, dia menolak.

“Buat apa dibuka?” katanya.

Lieus merasa, para elit penguasa sedang mempermainkan perasaan rakyat dengan menggiring opini seolah-olah mayoritas rakyat negeri ini menghendaki Pemilu ditunda. Padahal, kata Lieus, para elit itulah yang ingin mempertahankan kekuasaannya.

Karena itulah Lieus meminta Luhut dan para elit partai politik berhenti mewacanakan penundaan Pemilu dan memperpanjang jabatan presiden.

“Patuhi dan jalani saja apa yang sudah diamanatkan oleh konstitusi dan undang-undang. Para elit politik jangan bikin negeri ini semakin gaduh dengan pernyataan-pernyataan kontra produktif seperti itu,” tegasnya.

Editor : Rohman

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network