JAKARTA, iNews Depok.id - Kepolisian Resort Polres Gowa menetapkan 17 tersangka kasus sindikat pembuatan dan peredaran uang palsu (upal) di Kampus UIN Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan. Di antara para pelaku merupakan oknum lingkungan kampus dan pegawai bank BUMN.
Banyak masyarakat yang khawatir atas peredaran uang palsu tersebut sehingga pemerintah harus mengambil langkah tegas dalam pemberantasannya.
Anggota DPR RI Charles Meikyansah menanggapi kekhawatiran masyarakat terhadap maraknya peredaran uang palsu, terutama karena munculnya kasus sindikat uang palsu di UIN Alauddin, Makassar. Ia meminta Bank Indonesia (BI) untuk melakukan pengawasan sekaligus sosialisasi dan edukasi ke masyarakat secara masif.
"Melihat kasus tersebut, banyak masyarakat khawatir peredaran uang palsu. Apalagi marak juga terjadi masyarakat mendapat uang palsu. Maka Bank Indonesia harus dapat meningkatkan upaya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai cara membedakan uang asli dan palsu," kata Charles Meikyansah, Jumat (27/12/2024).
Charles mengatakan sosialisasi tentang ciri-ciri uang rupiah asli, seperti efek safeting color dan mikroteks harus gencar dilakukan kepada masyarakat.
“Edukasi yang efektif dapat membantu masyarakat lebih waspada dan mengurangi kemungkinan menerima uang palsu dalam transaksi sehari-hari,” sebutnya.
"BI juga harus memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat mengenai langkah-langkah yang harus diambil jika mereka menemukan atau menerima uang palsu. Apakah melapor ke kantor cabang BI terdekat atau seperti apa,” imbuh Charles.
Charles menambahkan pemahaman yang jelas dapat mengurangi kerugian masyarakat bila mendapat uang palsu saat bertransaksi.
“Kalau perlu ada upaya jemput bola yang dilakukan BI. Kasihan kalau masyarakat kecil yang menerima uang palsu. Mungkin buat yang berkecukupan uang Rp100 atau Rp50 ribu tidak seberapa, tapi buat mereka yang kekurangan kan itu besar sekali,” ungkapnya.
Charles pun mengimbau kepada masyarakat untuk terus mewaspadai peredaran uang palsu dengan selalu melakukan metode 3D saat menerima uang fisik seperti yang dianjurkan oleh Bank Indonesia. Metode itu adalah dilihat, diraba dan diterawang.
Meskipun dalam kasus uang palsu UIN Makassar, uang palsu yang beredar di Makassar mirip dengan aslinya.
Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan Keuangan itu juga mendorong masyarakat untuk datang ke kantor cabang BI terdekat apabila masih merasa bingung membedakan uang palsu. Charles mengatakan, hal ini demi semakin memastikan keaslian uang.
"Bank Indonesia dapat membantu untuk melihat apakah uang yang dimiliki masyarakat itu asli atau tidak karena mereka memiliki Counterfeit Analysis Center yang dilengkapi tenaga ahli untuk menganalisis uang yang diduga palsu," lanjutnya.
Di samping itu, Charles meminta BI untuk terus melakukan strategi pengawasan yang efektif. Termasuk berkoordinasi dengan kepolisian dan lembaga terkait lainnya untuk memberikan bantuan ahli sebagai upaya antisipasi peredaran uang palsu dan penegakan hukum.
“Kerjasama ini penting untuk memastikan bahwa semua aspek hukum dipatuhi dan pelaku dapat ditindak secara adil. Pengawasan di lapangan juga harus maksimal,” jelas Charles.
Lebih lanjut, BI pun diminta untuk mengevaluasi dan meningkatkan elemen keamanan pada uang kertas yang beredar mengingat uang palsu yang kini banyak beredar susah dibedakan dan tembus ke bank nasional.
Menurut Charles, peningkatan teknologi pencetakan dan desain uang baru mungkin diperlukan untuk mencegah pemalsuan di masa depan pasalnya uang palsu yang dihasilkan memiliki kemiripan tinggi dengan uang asli, sehingga sulit dibedakan oleh masyarakat awam.
"Kami merasa BI perlu memperkuat pengawasan terhadap peredaran uang di masyarakat. Pengawasan yang ketat dapat membantu mencegah kerugian lebih lanjut bagi masyarakat. Terutama di momen liburan akhir tahun di mana transaksi keuangan masyarakat biasanya meningkat,” ujarnya.
Kasus produksi uang palsu yang ditemukan di UIN Alauddin Makassar juga semakin kompleks dengan terungkapnya bahwa selain uang rupiah, juga ditemukan mata uang asing seperti Won Korea Selatan dan Dong Vietnam.
"Produksi uang palsu ini tidak hanya berpotensi merugikan perekonomian, tetapi juga menciptakan keresahan di masyarakat. Mereka mencetak uang palsu hingga miliaran bahkan triliunan rupiah, ini kan sangat mengkhawatirkan," kata Charles.
Charles menilai, ditemukannya mata uang Korea dan Vietnam menunjukkan bahwa sindikat ini tidak hanya berfokus pada pemalsuan uang rupiah, tetapi juga berupaya untuk memproduksi mata uang asing.
"Pemerintah dan penegak hukum serta stakeholder terkait seperti BI harus berhati-hati dengan sindikat-sindikat ini, karena bisa jadi ada kemungkinan keterlibatan pelaku internasional," pungkasnya.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait