Kasus ini bermula dari laporan mahasiswi MA yang melaporkan ke Polda NTB bahwa dirinya diperkosa oleh Agus. Setelah polisi melakukan penyelidikan dan bekerja sama dengan Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB, ternyata sudah ada laporan dari tujuh korban terhadap Agus atas tuduhan yang sama.
Bahkan ada salah satu korban masih berusia 18 tahun atau kategori di bawah umur. Rentetan peristiwa kekerasan seksual tersebut terjadi dalam kurun waktu 2022 hingga 2024.
Selly memahami fokus dan perhatian dari masyarakat yang mempertanyakan kasus ini karena kondisi Agus sebagai penyandang disabilitas.
“Tapi pemeriksaan dilakukan berbasis fakta. Toh hak-hak yang bersangkutan juga diberikan oleh Polisi dengan penerapan status tahanan rumah kepada tersangka karena kondisinya,” ungkap Legislator dari dapil Jawa Barat VIII itu.
Selly pun berharap proses hukum dapat dilakukan secara transparan dan akuntabel. Ia juga mendorong penegak hukum menggunakan pendekatan inklusif dalam kasus yang melibatkan penyandang disabilitas.
“Aparat hukum harus bekerja sama dengan ahli disabilitas dan organisasi masyarakat sipil untuk memastikan bahwa semua aspek terkait kondisi tersangka, termasuk hak-haknya, agar dapat diperhitungkan,” sebut Selly.
Anggota Komisi di DPR yang memiliki lingkup tugas di bidang agama, sosial, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak tersebut menyatakan bahwa upaya penegakan hukum dan rehabilitasi harus didukung demi mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual. Selain itu, kata Selly, untuk menjamin tidak terulang kembali kaaua kekerasan seksual yang mana kedua hal tersebut menjadi amanat dari Pasal 3 huruf d dan e UU TPKS.
Editor : Mahfud
Artikel Terkait