JAKARTA, iNews Depok.id - Hujan deras yang mengguyur kota Jakarta sejak siang pada Sabtu, 03 Agustus 2024 sore itu, tidak menyurutkan langkah para peserta yang dengan antusias ingin menghadiri bedah buku Novel sejarah “Sapaan Sang Giri” karya Isna Marifa.
Ya, bertempat di Dia.lo.gue, Kemang, Jakarta Selatan, Novel yang mengupas tentang perbudakan masyarakat Jawa di Afrika Selatan pada masa penjajahan Belanda tersebut, mengundang decak kagum para peserta. Diterbitkan oleh Kabar Media Books, karya ini menyoroti babak penting dalam sejarah Indonesia.
"Tak banyak yang mengetahui sejarah perdagangan budak dari Nusantara ke Afrika Selatan di abad ke-18; tempat yang juga menjadi tempat pengasingan bagi para pejuang dan pangeran Nusantara yang melawan VOC," kata Isna Marifa, penulis Sapaan Sang Giri. "Penggalan sejarah ini begitu menghantui, sampai saya tergugah untuk menulis buku ini," ucapnya.
Sapaan Sang Giri menyajikan sebuah narasi yang menyentuh, mendalami babak sejarah yang kurang dikenal namun memiliki dampak yang sangat besar: perbudakan di Afrika Selatan yang melibatkan orang-orang Nusantara dan asal mulanya suatu komunitas multikultural di Afrika Selatan – kaum Cape Malay.
Menceritakan Parto dan Wulan
Ceritanya berkisar pada Parto dan Wulan, yang mendapati diri mereka diperbudak di Tanjung Harapan, Afrika Selatan karena ketidakmampuan Parto membayar utang. Bersama rekan-rekan buruh perkebunan, mereka berupaya mempertahankan budaya dan cara hidup Jawa di lingkungan asing tersebut.
Melalui penceritaan yang rumit dan pengembangan karakter yang bernuansa, Sapaan Sang Giri tidak hanya menggali kerinduan para karakter terhadap tanah airnya, tetapi juga memberikan gambaran sekilas tentang sejarah Jawa dan Cape Colony.
Pembaca diperkenalkan pada pengaruh abadi ajaran spiritual Jawa, yang membimbing para protagonis melalui perjuangan mereka. Selain itu, Novel ini menggambarkan tahap awal berkembangnya masyarakat multikultural di Afrika Selatan, yang dikenal sebagai komunitas Cape Malay.
Setiap halaman Sapaan Sang Giri menjadi sebuah pengingat yang menyentuh akan ketangguhan umat manusia dan pencarian identitas yang terus berlanjut di tengah arus sejarah yang bergejolak.
Komunitas Cape Malay
Komunitas Cape Malay di Afrika Selatan melacak akarnya kembali ke abad ke-17 dan ke-18 ketika individu-individu yang diperbudak dari berbagai bagian Asia Selatan dan Tenggara, khususnya kepulauan Nusantara, dibawa ke Cape Colony oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda.
Editor : Mahfud
Artikel Terkait