Pandemic Agreement yang Tidak Adil Dapat Memperburuk Dampak Pandemi di Negara-Negara Berkembang

Novi
Ki-ka: MC, Agung Prakoso - Indonesia for Global Justice (IGJ), Asep Eka Nur Hidayat - Country Program Manager AIDS Healthcare Foundation (AHF), dan Aditya Wardhana - Executive Director Indonesia AIDS Coalition (IAC). Foto: Novi

Selama pandemi, negara- negara berkembang “dipaksa untuk ambil bagian dalam ketidakadilan melawan kekuatan besar” dimana kompetisi produk-produk kesehatan terkait pandemi, seperti alat pencegahan, reagen, diagnostik, perawatan penyelamat kehidupan, bahkan oksigen, memperkeruh ketidakadilan serta menghalangi efektivitas penanganan.

“Pada segala tingkatan pandemi COVID-19, negara-negara berkembang berjuang untuk mendapatkan keadilan akses ke semua produk-produk kesehatan terkait pandemi. Pertama terbatasnya masker, diagnostik, ventilator, dan oksigen, kemudian vaksin, dan selanjutnya efektif terapeutik,” tukas Dr. Jorge Saavedra, Executive Director of the AHF Global Public Health Institute.

“Sementara itu, negara-negara maju bisa mendapatkan dan menyimpan banyak pasokan dunia ketika mayoritas dunia menantinya di garis belakang,” tandasnya.

Di bawah PABS, para pihak dibutuhkan untuk membagikan materi-materi biologis dan rangkain data genetis secara cepat, ini sangat diperlukan dalam pengembangan diagnostik, vaksin, dan terapeutik secara tepat waktu.

Partisipasi dalam sistem ini mensyaratkan persetujuan peserta untuk berbagi prosentase tertentu dari produk-produk kesehatan terkait pandemi guna memastikan mereka dapat mendistribusikannya secara seimbang, diperuntukan bagi kebutuhan darurat di semua negara, dan menjaga keamanan kesehatan global.

Saat ini, perdebatan sengit antara negara-negara maju dan negara-negara lain mengenai ketentuan Pasal 12 semakin memburuk saat negosiasi mendekati akhir.

Skenario terbaik saat ini dalam teks terbaru akan mengharuskan 20% (10% sebagai sumbangan dan 10% dengan harga nirlaba) produk kesehatan terkait pandemi “disediakan untuk digunakan berdasarkan risiko kesehatan masyarakat dan kebutuhan”. Secara umum, ini sangat tidak mencukupi karena akan membebankan 80% vaksin, pengobatan, dan diagnostik penting tidak dapat diakses oleh negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMIC/Low- and Middle-Income Countries) yang mencakup sekitar 85% populasi dunia.

Editor : M Mahfud

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network