DEPOK, iNewsDepok.id - Sering kita jumpai di kehidupan modern masyarakat bahwa ibu hamil ataupun bayi yang baru lahir menggunakan peniti yang dikaitkan gunting lipat dan semacam rempah yang bernama bangle.
Menurut masyarakat indonesia, benda-benda tersebut biasa dilekatkan pada ibu hamil dan bayi sebagai penangkal untuk mencegah agar tidak mudah tertular berbagai penyakit, dan bahkan sebagai pelindung dari gangguan jin atau makhluk halus.
Tapi, apakah benar penggunaan benda-benda tersebut memiliki manfaat bagi kesehatan ibu dan bayi? Dan bagaimana pandangan sesuai dengan ajaran Islam?
Pada dasarnya, peniti hanya digunakan untuk mengaitkan gunting lipat dan rempah bangle pada tubuh ibu hamil dan bayi. Menurut sebagian masyarakat, benda-benda tersebut digunakan sebagai penangkal berbagai macam penyakit yang tidak diketahui penyebabnya.
Konon, penyebab penyakit yang tidak jelas ini disebabkan oleh gangguan jin atau mahluk halus.
Berdasarkan kepercayaan banyak orang, gunting dan benda tajam lainnya, seperti pisau dan peniti, dinilai mampu mengusir makhluk halus yang ingin berbuat jahat kepada ibu hamil dan janin ataupun bayi yang baru lahir.
Selain itu, rempah bangle yang dikaitkan dengan peniti juga dianggap memiliki kemampuan serupa.
Menurut kepercayaan masyarakat, bangle dapat mengusir makhluk halus jahat karena memiliki rasa dan aroma yang tidak enak bagi mahluk halus.
Menurut dr. Karunia Ramadhan dari Klikdokter, sebenarnya rempah bangle atau Zingiber casumounar merupakan tanaman obat yang memiliki banyak khasiat, seperti menghilangkan sakit kepala dan nyeri tubuh, obat untuk pasien dengan gangguan fungsi hati, gangguan pencernaan, serta berkhasiat untuk melangsingkan tubuh.
Jika dikonsumsi, tentu saja tanaman ini memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh kita. Namun demikian, di Indonesia tumbuhan ini justru jarang dikonsumsi, tetapi justru digunakan oleh sebagian masyarakat untuk menghilangkan gangguan gaib.
"Melekatkan benda-benda tersebut pada pakaian ibu dan bayi tidak memiliki efek sama sekali. Pasalnya, benda-benda tersebut tidak menimbulkan pengaruh pada status kesehatan ibu hamil, janin ataupun bayi," kata dr. Karunia Ramadhan, seperti dikutip pada Rabu (6/3/2024).
Selain itu, Karunia menambahkan, penggunaan peniti dan gunting pada ibu hamil dinilai juga cukup membahayakan, khususnya untuk aktivitas ibu hamil. Dikhawatirkan penggunaan itu bisa melukai ibu yang menggunakan alat tersebut.
Sementara itu dalam pandangan Islam, penggunaan gunting atau peniti pada ibu hamil dilarang, karena itu bagian dari kepercayaan kepada jimat.
Dalam Al-Quran tertulis:
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka menjawab: “Allah”. Katakanlah: “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudaratan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudaratan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nya-lah bertawakal orang-orang yang berserah diri.” (QS. Az Zumar: 38)
Dilansir dari Rumaysho, Syaikh ‘Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh rahimahullah –penulis Fathul Majid- berkata, “Ayat ini dan semisalnya adalah dalil yang menunjukkan tidak bolehnya menggantungkan hati kepada selain Allah ketika ingin meraih manfaat atau menolak bahaya. Ketergantungan hati kepada selain Allah dalam hal itu termasuk kesyirikan.“ (Fathul Majid, 127-128).
Jimat dan rajah termasuk yang dimaksudkan dalam Al-Quran ini. Karena orang yang memakai jimat dan memasang rajah di dinding dan tempat lainnya, bermaksud untuk mendatangkan manfaat –seperti dagangannya laris atau agar penyakitnya sembuh- atau ingin menolak mudarat (bahaya) –seperti menolak 'ain (mata dengki) atau menolak wabah penyakit-.
Dari ‘Imron bin Hushain radhiyallahu 'anhu (RA), ia berkata,
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam (Saw) pernah melihat di lengan seorang pria gelang yang ditampakkan padanya. Pria tersebut berkata bahwa gelang itu terbuat dari kuningan. Lalu beliau berkata, “Untuk apa engkau memakainya?” Pria tadi menjawab, “(Ini dipasang untuk mencegah dari) wahinah (penyakit yang ada di lengan atas). Nabi Saw lantas bersabda, “Gelang tadi malah membuatmu semakin lemah. Buanglah! Seandainya engkau mati dalam keadaan masih mengenakan gelang tersebut, engkau tidak akan beruntung selamanya.” (HR. Ahmad 4: 445 dan Ibnu Majah no. 3531).
Al Hakim mengatakan, “Kebanyakan guru kami berpendapat bahwa Hasan Al Bashri mendengar hadis ini langsung dari ‘Imron (Lihat Fathul Majid, 128). Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz termasuk ulama yang menyatakan bahwa sanad hadis ini jayyid, artinya tidak bermasalah (Fatwa Nur ‘ala Darb, 1: 383). Ulama lain mengatakan bahwa Al Hasan Al Bashri tidak mendengar hadis ini langsung dari ‘Imron, sehingga sanad hadis ini inqitho' (terputus). Inilah pendapat Ibnu Ma’in, Ibnu Abi Hatim dan Ahmad. Oleh karenanya, hadis ini lemah, walaupun maknanya shahih (Lihat Syarh Kitabit Tauhid, 54). Yang mendho'ifkan hadis ini adalah Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam tahqiq Musnad Imam Ahmad dan Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Adh Dho’ifah no. 1029.
Begitu pula Waki’ pernah meriwayatkan dari Hudzaifah. Beliau pernah mengunjungi orang sakit. Lantas beliau melihat-lihat di lengan atas orang sakit tersebut dan mendapati benang. Hudzaifah pun bertanya, “Apa ini?” “Ini adalah sesuatu yang bisa menjagaku dari rasa sakit tersebut”, jawab orang sakit tadi. Lantas Hudzaifah pun memotong benang tadi. Lantas Hudzaifah berkata, “Seandainya engkau mati dalam keadaan engkau masih mengenakan benang ini, aku tidak akan menyolatkanmu” (Fathul Majid, 132).
Lihatlah bagaimana sikap keras para sahabat bagi orang yang mengenakan jimat untuk melindungi dirinya dari sakit, dalam rangka meraih maslahat. Jimat tersebut sampai dipotong, walau tidak diizinkan.
Dalam penjelasan di atas menunjukkan bahwa seseorang bisa berdalil dengan ayat yang menjelaskan tentang syirik akbar (besar) untuk maksud menjelaskan syirik asghor (kecil) karena kedua-duanya sama-sama syirik (Lihat Fathul Majid, 132).
Orang yang memakai jimat jelas telah terjerumus dalam kesyirikan walau ia menyatakan bahwa jimat atau rajah hanyalah sebagai perantara atau sebab saja. Ia jelas keliru karena mengambil sebab yang tidak diperkenankan dan tidak terbukti secara syariat dituntunkan atau secara eksperimen ilmiah benar-benar terbukti ampuhnya.
Berbeda halnya jika kita sakit, lalu kita meminum obat. Obat ini sudah terbukti secara eksperimen akan keampuhannya. Hal ini jauh berbeda dengan jimat dan rajah.
Penggunaan jimat pastinya tidak ada bukti uji laboratorium atau lewat berbagai eksperimen? Itulah mengapa memakai jimat sebagai perantara atau sebab semata, sedangkan yakin Allah yang beri maslahat dan menolak mudarat (bahaya) tetap masuk dalam kategori syirik.
Banyak dicontohkan seperti dikisahkan dalam beberapa hadis di atas yang menjadikan benang, ikatan atau gelang supaya terhindar dari penyakit atau ‘ain. Itu pun tetap Rasulullah Saw melarang dan menyuruh disingkirkan atau dibuang.
Demikian halnya perlakuan beliau Nabi Saw nantinya pada jimat penglaris dagang, jimat penolak 'ain, jimat benang yang dikenal di kalangan orang jawa dengan ‘benang pawitra’ (untuk melindungi anak dari bahaya), semua akan diperintahkan untuk dibuang dan disingkirkan karena yang memakainya bermaksud mengambil sebab sebagai perantara padahal tidak terbukti secara syariat, juga tidak terbukti secara eksperimen ilmiah.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait