Oleh: Yesi Juniarta Simatupang, Mahasiswa S2 Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Ringkasan Eksekutif
Revitalisasi karir perawat menuntut perubahan paradigma di rumah sakit, menggeser pandangan tradisional tentang perawat sebagai pelaksana medis belaka. Perubahan akan meningkatkan kepuasaan kerja perawat dan memberikan manfaat bagi pasien.
Tujuan dari penulisan policy brief ini adalah untuk menyediakan ringkasan mengenai faktor penyebab terbatasnya kesempatan bagi perawat untuk menduduki posisi kepemimpinan di rumah sakit.
Selain itu, policy brief ini juga membahas strategi-strategi yang diadopsi untuk meningkatkan peluang bagi perawat dalam mencapai posisi kepemimpinan di lingkungan rumah sakit.
Langkah-langkah strategis dalam revitalisasi karir perawat termasuk pengembangan standar kompetensi perawat manajer, pengembangan pendidikan berkelanjutan dan pengembangan program pelatihan, memberikan akses yang lebih besar ke posisi manajemen dan pengambilan keputusan, serta peningkatan kolaborasi lintas profesi di rumah sakit.
Dengan memberikan peluang yang lebih besar maka perawat dihadapkan pada peran yang lebih proaktif dalam pengambilan keputusan dalam manajemen pasien.
Revitalisasi ini bukan hanya mengangkat peran perawat menjadi lebih strategis, tetapi juga mengubah dinamika rumah sakit menuju sistem yang lebih kolaboratif dan inklusif untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan secara keseluruhan.
Pendahuluan
Fasilitas kesehatan merupakan tempat penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang dikelola oleh pemerintah dan swasta dengan tujuan untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki sistem tata kelola manajemen.
Tata kelola manajemen yang baik penting untuk menjaga kualitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu dalam setiap fasilitas pelayanan kesehatan dibutuhkan pemimpin yang memiliki kompetensi manajemen kesehatan dan kepemimpinan yang baik.
Pada tahun-tahun sebelumnya, pimpinan rumah sakit adalah jabatan yang hanya boleh dijabat oleh tenaga medis. Namun dengan terbitnya Undang-Undang Kesehatan No. 17 tahun 2023 pasal 186 ayat (2), maka unsur pimpinan rumah sakit dapat dijabat oleh tenaga medis, tenaga kesehatan, dan tenaga profesional yang memiliki kompetensi manajemen rumah sakit.
Perubahan regulasi membawa peluang baru bagi perawat. Hal ini berarti setiap orang memiliki hak yang sama untuk dipilih dan terpilih menjadi pimpinan rumah sakit. Dengan demikian, kondisi ini menjadi tantangan dan peluang bagi perawat untuk menduduki posisi strategis dalam pelayanan kesehatan.
Pemimpin memegang peranan penting dalam membentuk budaya organisasi dan bertanggungjawab atas pengelolaan dan pengembangan pelayanan kesehatan sehingga kualitas pelayanan kesehatan tetap terjaga. Dalam konteks ini, perawat manajer memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin yang efektif.
Namun, kekurangan standar kompetensi yang jelas seringkali menjadi hambatan dalam persiapan perawat untuk mencapai posisi pimpinan tinggi.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 19 September 2023, terdapat 1.63 juta tenaga kesehatan di Indonesia, di mana sebanyak 669.441 orang adalah perawat (Kementerian Kesehatan, 2023). Perawat menjadi tenaga kesehatan yang paling banyak di Indonesia dengan rasio 2 per 1000 penduduk. Namun berdasarkan hasil seleksi tebuka untuk jabatan direktur di rumah sakit yang berada di bawah naungan lingkungan Kementerian Kesehatan pada tahun 2023, hanya ada 3 perawat yang terpilih sebagai direktur. Angka ini terbilang minim jika dibandingan dengan jumlah pemimpin yang berasal dari latar belakang tenaga medis.
Rendahnya representasi perawat dalam struktur kepemimpinan mengakibatkan kurangnya representasi perspektif klinis dalam pengambilan keputusan strategis. Hal ini dapat mengarah pada kebijakan dan praktik yang mungkin tidak sepenuhnya mempertimbangkan aspek-aspek klinis penting dalam penyelenggaraan layanan kesehatan. Ketika pengambilan keputusan tidak sepenuhnya mencerminkan kebutuhan pasien dan aspek klinis yang penting maka berpotensi mempengaruhi kualitas layanan dan kesejahteraan pasien secara keseluruhan.
Beberapa alasan mengapa partisipasi perawat dalam kepemimpinan terbatas karena kurangnya kesadaaran, keterampilan yang tidak memadai, dan sedikitnya kesempatan untuk terlibat (American Nurse, 2016). Kendala lainnya adalah kurangnya pendidikan formal dalam bidang keperawatan. Selain itu, studi menunjukkan bahwa perawat tidak mendapatkan dukungan yang cukup untuk mempengaruhi kebijakan kesehatan.
Terlepas dari banyak faktor yang membatasi profesi keperawatan menjadi pemimpin, kenyataannya adalah perawat sangat penting dalam pengembangan dan implementasi kebijakan kesehatan. Perawat yang tidak memiliki akses yang memadai ke posisi pimpinan, dapat mempengaruhi dalam melakukan inovasi (Catton, 2019).
Inovasi dalam manejemen klinis dan praktik terbaik dalam pelayanan kesehatan menjadi terbatas. Hal ini menghambat pertumbuhan budaya organisasi yang inklusif serta pengembangan sistem pelayanan yang holistik dan responsif terhadap kebutuhan pasien.
Rendahnya kesempatan untuk menjadi pimpinan juga dapat mengurangi motivasi dan aspirasi perawat untuk mengembangkan karir, dan mengurangi daya tarik profesi secara keseluruhan (Catton, 2019). Sebagai profesi yang terbesar, perawat harus memimpin dan meredesain layanan kesehatan. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kesempatan perawat untuk menduduki unsur pimpinan di rumah sakit serta menganalisa bagaimana upaya untuk meningkatkan kesempatan tersebut.
Revitalisasi karir dalam konteks perawat sebagai garda depan kepemimpinan rumah sakit menyoroti transformasi peran perawat dari sekedar pelaksana ke dalam posisi strategis kepemimpinan. Pendekatan ini bertujuan untuk mengakui, mendukung, dan mengembangkan peran perawat sebagai pemimpin dalam bidang kesehatan. Revitasilasi karrir juga merupakan langkah yang mendesak untuk memperkaya perspektif, meningkatkan kualitas pelayanan, dan menciptakan lingkungan yang inklusif.
Peran perawat manajer dalam konteks kepemimpinan tinggi di rumah sakit memiliki dampak yang signifikan pada kualitas asuhan pasien, manajemen sumber daya, dan efisiensi operasional.
Penyebab Terbatasnya Kesempatan Perawat Untuk Menjadi Unsur Pimpinan Tinggi di Rumah Sakit
Terbatasnya kesempatan perawat untuk menjadi unsur pimpinan tinggi di rumah sakit dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu
1.Kurangnya pengembangan keterampilan kepemimpinan.
Program pengembangan keterampilan manajerial sering kali tidak khusus menyasar pada perawat. Kurikulum pendidikan perawat kurang menekankan aspek kepemimpinan dan manajerial yang diperlukan untuk mencapai posisi pimpinan.
2.Budaya organisasi yang tidak mendukung.
Beberapa rumah sakit mungkin memiliki budaya yang tidak mendorong atau mengakui aspirasi perawat untuk maju ke posisi pimpinan. Hal ini dapat disebabkan karena penghargaan yang diberikan kepada perawat lebih rendah daripada penghargaan yang diberikan kepada tenaga medis atau manajerial lainnya.
3.Kurangnya dukungan institusional.
Kebijakan internal rumah sakit sering kali tidak memberikan dukungan yang cukup untuk perawat yang ingin maju ke posisi pimpinan. Kondisi ini dapat disebabkan karena kurangnya program mentoring, pelatihan atau kurangnya pengakuan atas keahlian perawat dalam konteks kepemimpinan.
4.Tidak adanya jenjang karir yang jelas.
Kurangnya jenjang karir yang jelas untuk perawat menuju posisi pimpinan tinggi dapat menghambat motivasi dan aspirasi perawat. Tanpa adanya jenjang karir yang terstruktur, perawat mungkin kesulitasn untuk mengetahui langkah-langkah yang harus diambil untuk mencapai posisi tersebut.
5.Stereotip peran tradisional.
Stereotip terkait peran perawat sebagai pelaksana tugas medis mungkin menghalangi persepsi perawat sebagai calon pemimpin. Hal ini dapat membatasi pandangan organisasi tentang peran perawat dalam struktur kepemimpinan.
6.Kurangnya rekognisi atas kontribusi klinis.
Penghargaan dan pengakuan atas kontribusi klinis perawat mungkin kurang dibandingan dengan kontribusi dari latar belakang medis. Hal ini dapat mengurangi motivasi perawat untuk memperjuangkan posisi pimpinan.
Melalui identifikasi dan penanganan tantangan-tantangan ini, organisasi kesehatan dapat membuka lebih banyak kesempatan bagi perawat untuk mencapai posisi pimpinan tinggi, yang pada gilirannya akan mendukung pemenuhan kebutuhan akan perspektif klinni yang beragam dalam pengambilan keputusan di rumah sakit.
Rekomendasi Kebijakan
Penguatan standar kompetensi perawat manajer untuk menjadi pemimpin unggul dapat diwujudkan melalui beberapa cara, antara lain:
1.Pengembangan pendidikan berkelanjutan.
Pendidikan berkelanjutan baik pendidikan formal ataupun informal akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pimpinan perawat sehingga akan membantu dalam proses menjadi top manager (Mintzberg, 2004). Dalam hal pendidikan formal, pimpinan perawat perlu melanjutkan pendidikan sesuai dengan kebutuhan untuk menjadi pimpinan seperti pendidikan manajemen rumah sakit.
2.Pengembangan program pelatihan.
Pemerintah bersama dengan organisasi profesi dan institusi kesehatan mendukung pembentukan dan implementasi program pelatihan yang memfokuskan pada pengembangan keterampilan perawat manajer. Pemerintah harus memprioritaskan pengembangan program dan pengembangan karir yang memungkinkan perawat untuk meraih keterampilan manajerial, kepemimpinan, dan strategis yang diperlukan untuk posisi pimpinan tinggi. Pengembangan diri secara berkelanjutan akan meningkatkan kompetensi dan pengetahuan sehingga perawat akan lebih siap dalam menghadapi persaingan dalam bidang manajerial. Berdasarkan hasil penelitian (Haerul, 2022), kecerdasan intelektual berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai.
3.Penyusunan standar kompetensi.
Pemerintah bersama dengan organisasi profesi dan institusi kesehatan bekerja sama mengembangkan standar kompetensi yang spesifik bagi perawat manajer. Kompetensi dapat mencakup pengetahuan klinis, kepemimpinan, manajemen risiko, inovasi dalam pelayanan kesehatan dan keterampilan interpersonal yang diperlukan untuk sukses di tingkat pimpinan tinggi.
4. Kolaborasi lintas disiplin.
Insitusi memperkuat kolaborasi antara perawat dan professional manajemen lainnya untuk mengintegrasikan perspektif klinis dan manajerial dalam pengambilan keputusan strategis. Kemampuan berkolaborasi merupakan aspek penting untuk menjadi seorang pemimpin (Drucker, 2006). Melalui kolaborasi, pimpinan dapat terhubung dengan rekan sesama profesi, kolega di berbagai departemen, dan bahkan pemimpin di bidang kesehatan sehingga dapat membantu dalam berbagai ide, praktik, dan pengalaman untuk meningkatkan layanan kesehatan.
5. Dukungan institusional.
Pemerintah atau lembaga terkait memberikan dukungan berupa sumber daya, beasiswa, dan pelatihan yang diperlukan bagi perawat untuk mengikuti program pengembangan karir yang relevan.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait