DEPOK, iNews.id - SARS-CoV-2, virus penyebab Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), tampaknya terus bermutasi. Hanya dalam waktu dua tahun, Alfa, Beta, Delta, Lambda, Mu dan Omicron semuanya menjadi berita utama, dan daftar itu tidak termasuk lusinan varian lain yang terdeteksi, akan tetapi tidak dianggap sebagai prioritas tinggi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Apakah evolusi cepat virus corona ini tidak biasa, atau apakah virus lain memiliki varian yang sama banyak?
"Virus terus bereplikasi, tetapi proses replikasi dapat mengalami cegukan," kata Suman Das, seorang profesor kedokteran di Vanderbilt University Medical Center yang mempelajari evolusi virus, termasuk SARS-CoV-2, seperti dikutip dari Live Science, Selasa (1/2/2022).
Menurut dia, ketika virus menggunakan mesin sel inang untuk menyalin materi genetiknya, kesalahan, baik berupa penambahan acak, pemindahan, dan penggantian yang disebut mutasi, terjadi. Namun, sementara sebagian besar mutasi acak dapat membuat virus tidak dapat hidup atau tidak berpengaruh sama sekali, beberapa mutasi sebaliknya; memberikan keunggulan kompetitif, sehingga dapat menghindari vaksin atau membuat patogen lebih mudah menular.
"Mutasi yang membantu virus hidup lebih lama dan lebih mudah bereplikasi pun "dipilih" saat bereplikasi. Artinya, mereka bertahan. Begitulah munculnya varian baru," imbuh Das.
Seperti virus influenza, RSV, enterovirus, dan rhinovirus yang menyebabkan flu biasa, SARS-CoV-2 membawa informasi genetiknya pada untaian RNA, akan tetapi menurut Katie Kistler, peneliti pascadoktoral yang mempelajari evolusi virus di Pusat Penelitian Kanker Fred Hutchinson di Seattle, dibandingkan virus RNA lainnya, tingkat mutasi pada SARS-CoV-2 sebenarnya tidak terlalu luar biasa.
"Dan memang, faktanya, ini mirip dengan tingkat mutasi virus RNA umum lainnya, seperti influenza dan virus corona umum lainnya yang menyebabkan gejala seperti pilek," kata Kistler.
Intinya, SARS-CoV-2 tidak bermutasi dengan kecepatan yang luar biasa, tetapi ada faktor-faktor lain yang berperan, seperti penularan virus yang tinggi, transisinya dari inang hewan ke manusia, dan pengembangan pengobatan serta vaksin baru yang mungkin telah meningkatkan jumlah varian SARS-CoV-2 seperti yang telah kita lihat dalam waktu singkat ini.
"SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Covid-19, mungkin tampak berevolusi dengan lebih banyak melakukan mutasi karena fakta bahwa virus itu jauh lebih menular dari virus umum lainnya, dan menghasilkan lebih banyak kasus," kata Jesse Erasmus, seorang ahli virologi dan asisten profesor mikrobiologi di Fakultas Kedokteran Universitas Washington.
Namun, tegas Erasmus, tingkat mutasi aktual per infeksi SARS-CoV-2 mirip dengan virus umum lainnya, jika tidak lebih lambat. Hanya saja, virus itu terus beredar melalui lebih banyak orang, dan telah berlangsung selama lebih dari dua tahun, sehingga memberikan lebih banyak kesempatan baginya untuk mereplikasi dan menghasilkan mutasi yang menguntungkan.
Perubahan cepat SARS-CoV-2 mungkin juga terkait dengan lompatannya baru-baru ini ke manusia. Hingga 2019, virus itu diadaptasi untuk menginfeksi inang hewan, kemungkinan besar kelelawar.
"Awalnya, virus perlu beradaptasi untuk menginfeksi manusia dari kelelawar. Ada banyak mutasi menguntungkan yang tersedia untuk virus selama fase (transisi) itu, dan Setelah itu, evolusi adaptif virus akan sedikit melambat," kata Kistler.
Menurut dia, Virus H1N1 (flu Babi) yang mewabah pada tahun 2009 mengikuti pola ini.
"Selama fase pandemi awal, dan (satu) tahun atau dua tahun setelah kemunculannya, kami melihat bahwa tingkat perubahan fungsional lebih tinggi, dan kemudian turun ke tingkat dasar yang lebih stabil," kata Kistler lagi.
Meski demikian, hingga saat ini para ilmuwan masih belum tahu bagaimana evolusi SARS-CoV-2 akan berubah saat transisi dari epidemi ke endemik, tetapi berdasarkan virus pandemi lainnya, mereka berhipotesis bahwa laju evolusi adaptif virus ini juga dapat melambat.
Menurut Das, perubahan yang kita lihat pada SARS-CoV-2 juga sebagian didorong oleh perkembangan pesat vaksin dan perawatan yang dirancang untuk menghentikan penularannya.
Dibandingkan dengan hari-hari awal pandemi, kata dia, sekarang ini ada lebih banyak tekanan seleksi pada virus untuk menghindari tindakan farmasi yang dirancang untuk mengalahkannya.
"Sekarang kita memiliki banyak vaksin: koktail antibodi, terapi plasma konvalesen, dan dua obat di pasaran untuk memerangi Covid. Itu banyak tekanan baru yang mendorong seleksi virus. Beberapa mutasi yang menempel sekarang adalah yang akan membantu virus menghindari tantangan ini," tegas dia.
Editor : Rohman
Artikel Terkait